Flashback Ligina X: Titik Terendah Persipura di Kompetisi Profesional
INDOSPORT.COM - Rentetan panjang sejarah telah ditapaki Persipura Jayapura di pentas tertinggi sepak bola Liga Indonesia. Bukan hanya bermandikan kesuksesan dalam perjalanannya, tapi juga badai ketidakberuntungan pernah menghampiri langkah klub berjuluk Mutiara Hitam itu.
Siapa yang tak kenal para jenderal lapangan hijau dari ufuk timur seperti Eduard Ivakdalam, Boaz Solossa dan beberapa nama lainnya yang berkilauan di jagad sepak bola Indonesia.
Dua nama tersebut akan selalu dikenang dalam sejarah persepak bolaan Indonesia sebagai bagian dari serdadu merah hitam yang memikat kagum para pecandu sepak bola.
Tapi, bukan sepak bola namanya jika tak menghadirkan drama dan romansa. Sesekali, perjuangan sebuah klub pasti menemui jalan terjal.
Dan Persipura, pernah mengalami itu. Di balik perjalanan menuju kesuksesan mereka, terselip lembar sejarah suram. Mereka pernah mencatatkan pencapaian terburuk di papan klasemen.
Persipura yang kini dikenal sebagai pemegang titel juara terbanyak Liga Indonesia, pernah merasakan berada di titik terendah dalam sejarah klub.
Generasi Baru Persipura
Eduard Ivakdalam dan kolega pernah dua kali nyaris terdegradasi di era Liga Indonesia. Pertama, di musim Ligina V tahun 1998/1999. Saat itu, Persipura finis di peringkat ke-5 grup 5 (Wilayah Timur) dari 6 kontestan.
Dan yang kedua, mereka juga hampir turun kasta di musim Ligina VII tahun 2000/2001. Di musim itu, mereka mengawali kompetisi dengan tidak meyakinkan. Menelan kekalahan sebanyak lima kali di lima laga awal. Manajemen Persipura pun terpaksa memanggil kembali sejumlah pemain senior yang di awal kompetisi tak diajak serta.
Beruntung, masuknya sejumlah pemain senior kala itu mampu mengubah kedudukan Persipura di papan klasemen. Mereka akhirnya finis di peringkat ke-8, setelah sebelumnya sempat terpuruk di papan bawah.
Dua tahun setelahnya, yakni di musim 2002/2003, Persipura memasuki era baru di bawah kepelatihan Ruddy Keltjes. Pelatih keturunan Belanda ini merintis penggunaan pemain asing di skuat Persipura. Tuah pemain asing saat itu belum memberikan dampak signifikan. Persipura Ruddy Keltjes pun hanya mampu finis di peringkat ke-5.
Manajemen kembali melakukan perombakan jelang musim berikutnya. Ruddy Keltjes plus dua legiun asingnya, Bako Sadissou dan Ebanda Timothy harus terdepak.
Sebagai gantinya, di musim Ligina X tahun 2003/2004, manajemen Persipura kembali mencoba peruntungan dengan mendatangkan pelatih Yudi Suryata juga sejumlah amunisi baru seperti penjaga gawang Sahari Gultom dan bek gaek Sammy Pieters, termasuk 4 pemain asing anyar yakni David da Rocha, Uilian Souza da Silva, Fernando Gaston Soler dan Jose Luis Viera / Leonardo.
"2003 saya ke Persipura, sebelumnya saya di PSM Makassar, pelatih waktu itu Yudi Suryata. Saya memutuskan hijrah ke Persipura karena suka dengan tantangan dan Persipura itu adalah tim besar," ungkap Sahari Gultom saat dihubungi awak redaksi berita INDOSPORT, Senin (11/5/20).
1. Ranking Terburuk Persipura
Persipura, yang mematok prestasi di gelaran musim tersebut, memulai kompetisi dengan ekspektasi berlebih. Namun, kenyataannya justru berbanding terbalik.
Tim Mutiara Hitam tampil angin-anginan. Mereka malah sudah menelan 6 kali kekalahan di putaran pertama. Selebihnya, mereka mendapatkan 4 hasil imbang dan 7 kemenangan.
Hasil di putaran pertama itu membuat manajemen bereaksi, mengingat desakan dari penonton juga cukup menguat saat itu. Yudi Suryata pun diganti. Manajemen memutuskan mendaratkan pelatih berpengalaman, Suharno. Di putaran kedua itu pula bek asal Nigeria, Victor Igbonefo mulai bergabung.
"Karena tidak sesuai target mungkin manajemen ambil sikap menggantikan Yudi Suryata di putaran kedua. Disitulah Victor Igbonefo juga masuk," kenang Sahari.
"Kita sama-sama tahulah bagaimana penonton di Stadion Mandala kalau tim kalah. Setelah pergantian pelatih, baru kita bisa terhindar dari zona degradasi," sambungnya.
Ironisnya, meskipun berhasil terhindar dari zona degradasi, Persipura di bawah asuhan Suharno saat itu tetap tak mampu merangsek naik ke papan atas klasemen.
Di putaran kedua, Eduard Ivakdalam menderita kekalahan sebanyak 7 kali dan hanya menang sebanyak 4 kali atas Persela Lamongan, Deltras Sidoarjo, PSMS Medan dan PSPS Pekanbaru.
Hingga berakhirnya kompetisi, Persipura pun harus merasakan finis di titik terendah di peringkat ke-13 klasemen. Mereka meraup 43 poin dari hasil 11 kemenangan, 10 hasil imbang dan 13 kekalahan.
"Tim kita sebenarnya punya materi pemain yang bagus, dan target kita sebenarnya ada di papan atas, walaupun akhirnya kita finis di urutan 13," pungkas Sahari.
Pencapaian tersebut adalah yang terburuk dalam sejarah klub Persipura sejak kompetisi profesional tahun 1994/1995. Saat kompetisi Ligina pertama kali digelar, Persipura tak pernah finis di bawah peringkat ke-8 di papan klasemen.