Kilas Balik Ketika Liga Indonesia Pakai Sistem Ganti Tahun Bak Eropa
INDOSPORT.COM - Mari melihat kilas balik bagaimana jalannya kompetisi Liga Indonesia pakai sistem berganti tahun dan bukan semusim penuh.
Indonesia saat ini tengah dilanda pandemi virus corona (COVID-19). Angka penyebaran dan juga korban masih terus bertambah sehingga seluruh sektor turut mengalami terdampak, tak terkecuali olahraga atau lebih tepatnya sepak bola nasional.
Liga 1, Liga 2, dan ajang lain di bawah naungan PSSI resmi dihentikan sementara demi memberikan rasa aman kepada orang-orang yang bergantung hidup di sepak bola.
Hal ini membuat roda ekonomi sepak bola pun macet karena tak ada kompetisi. Apalagi sponsor juga terkena imbas dari pandemi virus corona.
Usai hampir tiga bulan lamanya kompetisi terhenti, kini PSSI mulai memberikan sinyal bahwa kompetisi Liga 1 dan Liga 2 bakal diputar lagi.
PSSI memberikan wacana ke peserta bahwa Liga 1 kembali bergulir September mendatang, sedangkan Liga 2 akan dimainkan Oktober alias sebulan kemudian.
Hal ini masih dipertimbangkan dari segi protokol kesehatan, keamanan, dan lain-lain. Sebab sepak bola merupakan olahraga yang mengundang massa.
Awal pekan ini PSSI dan seluruh elemen sepak bola telah menggelar rapat virtual guna membahas nasib kompetisi sepak bola nasional di tengah virus corona.
Menurut Plt Sekjen PSSI, Yunus Nusi, rapat tersebut juga membahas hal-hal teknis di lapangan sampai regulasi promosi dan degradasi.
"Bahkan menyangkut jadwal teman-teman klub Liga 1 dan 2 sudah menawarkan ke PSSI bahwa (kompetisi) dilaksanakan Oktober. Begitu juga dengan Liga 2, dua minggu usai Liga 1," papar Yunus, Rabu (3/6/20).
Meski begitu, sampai saat ini ada sebagian klub yang setuju, kurang sependapat, hingga menambah usulan-usulan demi kebaikan bersama nanti.
Melihat rencana bergulirnya Liga 1, artinya kompetisi sepak bola nasional bakal berjalan sampai pergantian tahun dan entas si kulit bundar Tanah Air bakal menggunakan sistem berganti tahun layaknya format kompetisi di daratan Eropa.
Di sana, liga biasanya dimulai pada pertengahan tahun dan berhenti sebelum pertengahan tahun berikutnya. Sistem ini bertolak belakang dengan kawasan Asia.
Sebab, Benua Asia kerap memakai sistem setahun kalender, mulai dari awal hingga akhir tahun, seperti yang Indonesia lakukan sekarang.
Pada 2020, rencana awalnya pentas Liga 1 dihelat 27 Februari dan berakhir 31 Oktober mendatang. Namun, semua buyar ketika COVID-19 menyerang.
Indonesia memang sering menggunakan sistem setahun penuh kompetisi, baik itu satu format 18 klub atau terkadang dibagi menjadi dua wilayah.
Namun tak jarang dalam beberapa kesempatan, sejak Galatama dan Perserikatan dilebur (1994), Indonesia pernah memakai sistem berganti tahun.
Pastinya ada beragam pertimbangan pada era-era terdahulu hingga wacana sekarang ini menggunakan format berganti tahun, seperti contoh musim 2020/21.
Tentunya ada beragam cerita menarik ketika pentas sepak bola tertinggi Indonesia menggunakan sistem pergantian tahun. Total sudah 10 kali Indonesia menggelarnya.
1. Bagian I
1994/95 (27 November-30 Juli)
Pada musim awal terbentuknya kompetisi profesional tertinggi Indonesia, PSSI melebur Galatama dan Perserikatan pada 1994 dan membuat Peri Sandria menyandang gelar top skor, 34 gol.
Pentas pertama ini menghasilkan Persib Bandung meraih gelar juara lalu berhak ke Asian Club Championship (kini Liga Champions Asia), Petrokimia Putra tampil di Piala Winners Asia karena finis runner-up.
1995/96 (26 November-6 Oktober)
Di edisi kedua, Bandung Raya sukses menjadi juara usai mengalahkan PSM Makassar di final dengan skor 2-0. Striker berkebangsaan Yugoslavia, Dejan Gluscevic, menjadi top skor (30 gol).
PSM pun tampil di Asian Club Championship dan Bandung Raya mentas di Piala Winners Asia. Namun, keduanya loyo di level internasional.
1996/97 (17 November-28 Juli)
Pada musim ini, wakil Jawa Timur, Persebaya Surabaya, sukses menjadi juara kala mengalahkan PSM di laga final dengan skor 3-2 dan striker Bajul Ijo Jacksen F. Tiago menjadi top skor (26 gol).
Atas keberhasilan ini Persebaya melenggang ke Asian Club Championship, sementara PSM kembali tampil di Piala Winners Asia.
1997/98 (Terhenti)
Usai edisi tiga sebelumnya berjalan lancar, musim 1997/98 bisa dibilang kurang menguntungkan bagi kompetisi sepak bola Indonesia dalam sejarah.
Karena musim tersebut harus terhenti akibat Indonesia diguncang situasi krisis ekonomi dan tensi politik dalam negeri kala mahasiswa se-Tanah Air menggulingkan kepemimpinan Soeharto.
1998/99 (1 November-9 April)
Usai dirasa Indonesia kembali normal, musim ini pun sukses membuat wakil Jawa Tengah PSIS Semarang merebut trofi juara setelah mengalahkan Persebaya, 1-0 via gol semata wayang Tugiyo (89').
PSIS pun merangsek ke Asian Club Championship dan Persebaya tampil di Piala Winners Asia, sedangkan gelar top skor diraih Alain Mabenda (11 gol).
1999/00 (7 November-23 Juli)
Lalu muncul juara baru pada edisi kelima, di mana PSM Makassar mengandaskan Pupuk Kaltim dengan skor 3-2 di laga final. Musim ini juga dibagi menjadi dua wilayah.
Striker lokal Bambang Pamungkas sukses menyandang predikat top skor, 24 gol. PSM pun tampil lagi di Asian Club Championship dan Pupuk Kaltim perdana main ke Piala Winners Asia.
2. Bagian II
2007/08 (10 Februari-10 Februari)
Pasca era 1990-an, pentas sepak bola nasional sempat menggunakan setahun penuh. Namun pada 2007/08, kompetisi kembali memakai sistem berganti tahun lantaran banyak terpotong agenda lain seperti Piala Asia 2007 dan PON.
Sriwijaya FC pun merengkuh gelar juara kala mengandaskan PSMS Medan. Kedua tim ini pun tampil di Liga Champions Asia dan Cristian Gonzales menyabet top skor (32 gol).
2008/09 (12 Juli-10 Juni)
Musim ini pun berhasil dimenangkan oleh wakil paling timur Indonesia Persipura Jayapura usai finis di posisi puncak dengan perolehan 80 poin.
Lalu, Boaz Solossa dan Cristian Gonzales menyabet gelar top skor (28 gol), kemudian Persipura dan Srwijaya FC melaju ke Liga Champions Asia sementara Persiwa ke Piala AFC.
2009/10 (11 Oktober-30 Mei)
Selanjutnya giliran wakil Jawa Timur Arema yang sukses merengkuh gelar juara setelah menduduki peringkat tertinggi kala mengumpulkan 73 poin.
Arema pun melaju ke Liga Champions Asia ditemani Sriwijaya FC, sementara Persipura ke Piala AFC. Sedangkan Aldo Barreto mengoleksi 19 gol dan berhak menyaber gelar top skor.
2010/11 (26 September-19 Juni)
Musim ini kembali dimenangkan oleh Persipura setelah finis di posisi paling atas kala mengumpulkan 60 poin. Bahkan striker andalan Boaz juga menjadi top skor (22 gol).
Persipura Jayapura pun mentas di Liga Champions Asia lewat babak kualifikasi, sementara Arema FC ke Piala AFC dengan menyandang status runner-up.
2011/12 (1 Desember-29 Juli)
Inilah musim terakhir pentas sepak bola mengenakan sistem berganti tahun. Meski tak diakui PSSI kala itu, tetapi Liga Super Indonesia bisa berjalan lancar.
Pentas ini dimenangkan oleh Sriwijaya FC dan striker Persipura Beto Goncalves menjadi pencetak gol terbanyak 25 gol dalam semusim.
Melihat kilas barusan, ternyata Persipura dan Sriwijaya FC menjadi klub paling banyak meraih gelar juara dengan format berganti tahun sebanyak dua kali.