Toni Pogacnik, Pelatih Terbaik Timnas Indonesia Buah Komunikasi Politik Sukarno
INDOSPORT.COM â Menjadi salah satu pelatih terbaik yang pernah menukangi Timnas Indonesia, Toni Pogacnik hadir berkat komunikasi politik Presiden Sukarno.
Di saat negara ini baru merdeka, Timnas Indonesia pernah begitu disegani di sepak bola dunia pada era tahun 1950-an. Hal itu tak lepas dari keberadaan pelatih asal Yugoslavia, Antun âToniâ Pogacnik.
Dengan tangan dingin Toni Pogacnik, Timnas Indonesia kala itu bisa sejajar dengan negara-negara top dunia, seperti salah satunya Uni Soviet. Hingga menancapkan prestasi membanggakan di event bergengsi sebesar Asian Games dan Olimpiade.
Menariknya kedatangan Toni Pogacnik sendiri sebagai pelatih Timnas Indonesia, bukan seperti yang terjadi saat ini, sepenuhnya diurus oleh Federasi Sepak Bola Indonesia, PSSI. Melainkan melibatkan orang nomor satu di Indonesia, Presiden Sukarno.
Komunikasi Politik Orang Nomor 1 Dua Negara
Kisah kedatangan Toni Pogacnik ke Indonesia sendiri berawal dari ketertarikan ketua PSSI kala itu, Maladi, yang kepincut permainan apik tim Yugoslavia di bawah asuhan Toni Pogacnik pada Olimpiade Helsinki 1952.
Dari situ Maladi pun langsung menjalin komunikasi dengan Toni Pogacnik, memintanya agar mau melatih Timnas Indonesia yang sedang disiapkan untuk menyambut Asian Games dan Olimpiade.
Namun Langkah Maladi itu tak berjalan mulus. Toni Pogacnik tak bisa menerima tawaran menjadi pelatih Timnas Indonesia. Lantaran buah izin khusus dari Pemerintah Yugoslavia, yang saat itu belum memiliki hubungan bilateral dengan Indonesia.
Tak berhenti sampai disitu, atas saran Ketua Federasi sepak bola Yugoslavia, Maladi disarankan untuk lebih dulu menjalin Kerjasama dengan mereka. Diawali dengan mengundang Timnas Yugoslavia untuk menjalin pertandingan persahabtan ke Indonesia.
Rencana tersebut pun dilakukan, Yugoslavia mengirimkan Tim keduanya atau Yugoslavia B untuk menjalani pertandingan persahabatan di Indonesia. Melawan Persib, PSSI Jateng, Persebaya, Persija, dan Timnas Indonesia.
Rencana untuk memluskan kedatangan Toni Pogacnik itu akhirnya semakin menjadi kenyataan, setelah Presiden Indonesia, Sukarno turun terlibat. Mulai dari memberikan restu agar bendera Yugoslavia boleh dikibarkan dan lagu kebangsaannya boleh dinyanyikan sebelum pertandingan.
Hingga kemudian Sukarno sendiri mengajukan surat permintaan resmi kepada Presiden Yugoslavia, Josep Broz Tito, agar Toni Pogacnik diizinkan untuk melatih Timnas Indonesia.
1. Membangun Tim dari Awal Hingga Dihancurkan Pemainnya Sendiri
Menjejakan kaki di Jakarta dengan status sebagai pelatih Timnas Indonesia pada 17 Februari 1954, Toni Pogacnik benar-benar memulai langkahnya dari awal sekali.
Toni sendiri yang mencari pemain-pemain yang kelak diandalkannya di Timnas Indonesia di berbagai daerah, hingga kemudian melatihnya langsung, mengajarkan Teknik dasar sepak bola. Mulai dari menendang, mengumpan, mengontrol bola, menyundul, hingga melakukan tekel.
Pria kelahiran 6 Januari 1913 memang adalah tipikal pelatih yang lebih senang turun langsung mengarahkan pemainnya di atas lapangan, dibanding sekadar berteriak memberikan instruksi dari pinggir.
Upaya itu dilakukan Toni juga karena dirinya sadar betul, tanpa kemampuan dasar sepak bola yang baik, segala strategi yang diterapkannya nanti tak akan berarti banyak di atas lapangan.
Baru melatih beberapa bulan, apa yang dkerjakan Toni Pogacnik pun langsung kelihatan hasilnya. Timnas Indonesia sukses dibawanya melaju hingga semifinal Asia Games 1954 di Manila.
Dua tahun setelahnya di Olimpiade 1956 Melbourne, Timnas Indonesia juga bisa di bawa Toni Pogacnik hingga ke babak perempatfinal. Di Olimpiade itu, Toni juga bisa membawa Timnas Indonesia menorehlan kisah membanggakan, bisa menahan imbang Tim raksasa, Uni Soviet. Tim yang kelak keluar sebagai juara di Olimpiade 1956.
Prstasi tersebut semakin di sempurnakan setelah di Asian Games 1958 Tokyo, Timnas Indonesia sukses dibawa Tonu Pogacnik meraih peringkat ketiga dan berhak membawa medali perunggu ke tanah air.
Sukses itu juga yang kemudian membuatnya ditargetkan meraih juara di gelaran Asian Games 1962 yang kebetulan akan berlangsung di Jakarta.
Dari situ kemudian Toni Pogacnik semakin bekerja keras membangun timnya guna memenuhi taget juara. Tapi sayang, apa yang dilakukan Toni menjadi sia-sia.
Lima bulan sebelum Asian games 1962 berlangsung, skandal suap terjadi melibatkan 10 anak asuhnya. Sialnya dalam kasuh suap yang terkenal dengan sebutan skandal Senayan, hampir semua pemain yang terlibat adalah mereka yang menjadi andalan Toni di Tim utama.
Karena skandal Senayan itu, 10 pemain terpaksa dicoret dan mendekam di dalam penjara. Sehingga akhirnya membuat kekuatan Timnas Indonesia yang sudah susah payah dibangun Toni Pogacnik hancur seketika.
Timnas Indonesia hanya bisa menghuni peringkat tiga di grup A, sehingga harus tersingkir sejak dini. Setahun pasca kegagalan tersebut, Toni Pogacnik akhirnya angkat koper sebagai pelatih Timnas Indonesia. Saat itu dirinya beralasan sudah tak sanggup lagi melatih langsung para pemain Timnas Indonesia, lantaran cedera lutut yang semakin dirasakannya.