Klopp dan Revolusi Taktik yang Sukses Bawa Liverpool Juara Liga Inggris
INDOSPORT.COM – Jurgen Klopp layak dijadikan pahlawan usai sukses membawa Liverpool juara Liga Inggris dengan revolusi taktiknya.
Setelah melewati sekitar 30 tahun, ribuan hari, hingga ratusan bulan purnama, Liverpool akhirnya menyudahi dahaga puasa gelar juara Liga Inggris dini hari tadi. Kepastian itu didapatkan setelah pesaing terdekatnya, Manchester City kalah dari Chelsea di Stamford Bridge.
Dengan menyisakan 7 pertandingan lagi, Liverpool sudah tidak mungkin bisa dikejar oleh Manchester City. Sontak jalanan di kota Merseyside pun mendadak menjadi merah seketika, orang-orang yang turun ke jalan seakan lupa bahwa sekarang masih ada bahaya virus corona mengintai.
Namun secara psikologis, apa yang dilakukan oleh para pendukung Liverpool, sah-sah saja karena ini merupakan luapan ekspresi kegembiraan setelah di bully puluhan tahun oleh fans klub lain.
Banyak orang bilang kalau Liverpool juara karena ada Alisson Becker di bawah mistar gawang, atau Virgil Van Dijk di pertahanan, hingga Jordan Henderson dan Sadio Mane atau Mohamed Salah.
Akan tetapi sejatinya, Jurgen Klopp lah yang layak diberi kredit khusus dan penghormatan setingi-tingginya. Pasalnya, saat Klopp datang ke Anfield, Liverpool sedang menjadi puing-puing hancur berantakan setelah kegagalan Brendan Rodgers juara Liga Inggris.
Dengan kecerdasan dalam memotivasi dan revolusi taktiknya, Klopp pun sukses menyulap Liverpool menjadi juara Liga Inggris. Namun menjadi pertanyaan, seperti apa revolusi taktik yang dilakukan Klopp untuk membawa Liverpool juara Liga Inggris?
1. Rahasia di Balik Revolusi Taktik Jitu Klopp
Pada 8 Oktober 2015, Jurgen Norbert Klopp datang ke Anfield setelah sang pemilik Liverpool, John W. Henry yang memintanya. Menurut laporan El Pais, pemilik Boston Red Sox ini menggunakan metode unik sebelum memutuskan bahwa Klopp adalah pelatih yang tepat untuk Liverpool.
Dengan rekam jejak suksesnya bersama Borussia Dortmund, tentu ada sedikit harapan kalau Klopp bisa melakukan hal yang sama di Liverpool. Satu pesan penting Klopp pada hari perkenalannya kepada suporter Liverpool adalah untuk merubah mental peragu jadi si optimis.
“Saya janjikan titel juara untuk Liverpool dalam 4 tahun mendatang,” begitu kelakar Klopp dalam konferensi pers pertamanya.
Sebuah janji yang boleh terbilang muluk mengingat Liverpool saat itu hancur lebur usai ditinggal Raheem Sterling, Luis Suarez dan Brendan Rodgers. Namun perlahan, Klopp menepati janjinya untuk membawa Liverpool jadi juara Liga Inggris dalam waktu 4 tahun ia melatih secara penuh.
Patut dicatat, musim 2015/16, Klopp tidak menangani Liverpool secara semusim penuh karena ia datang pada bulan Oktober. Jadi terhitung sejak musim 2016/17 yang berlanjut hingga 2019/20 atau tepat 4 tahun, Klopp akhirnya memenuhi janjinya itu.
Jika kita menyebut revolusi taktik Klopp untuk mengubah mental Liverpool dari peragu jadi optimis adalah gegenpressing, rasanya analisa itu menjadi sangat dangkal. Soalnya, gegenpressing yang diinginkan Klopp ternyata tak bisa dijalankan dengan mudah oleh Liverpool.
Jadwal yang lebih padat di Liga Inggris menyulitkan para pemain Liverpool untuk mengamalkan taktik gegenpressing ala Jurgen Klopp. Maklum saja, untuk memainkan gegenpressing, diperlukan fisik dan stamina di atas rata-rata guna tetap tampil konsisten.
Alhasil, bersama direktur olahraga Liverpool, Michael Edwards, Klopp pun mulai bongkar pasang skuatnya agar bisa memainkan skema yang diinginkan.
Mengandalkan kemampuan negosiasi kelas satu Michael Edwards, Klopp pun berhasil membuang pemain yang tak diperlukan seperti Christian Benteke, Lucas Leiva, Mamadou Sakho, Philippe Coutinho. Para pemain itu kemudian diganti dengan Mohamed Salah, Fabinho, Virgil van Dijk.
Dan yang paling fenomenal adalah ketika Michael Edwards mendatangkan Andrew Robertson dengan harga yang sangat murah, padahal kini ia telah menjadi salah satu bek kiri terbaik di dunia. Michael Edwards yang bertugas membeli pemain bintang dengan harga murah, Klopp yang meramunya.
Sempat ada kekhawatiran ketika Klopp memutuskan tidak mencari pengganti Coutinho yang notabene-nya merupakan satu-satunya playmaker. Namun bukan Klopp namanya jika tidak kehilangan akal, ia malah merevolusi taktik timnya untuk bermain tanpa playmaker.
Jika tim seperti Manchester City membutuhkan 2 playmaker, maka Klopp melawan kodrat kalau tim wajib memiliki pengatur lapangan. Dalam sistem taktik Klopp, ia mengubah 3 gelandang Liverpool bak sebuah mesin yang terus bekerja keras sepanjang 90 menit.
Jangan heran jika melihat statistik Liverpool, daya jelajah Jordan Henderson, Fabinho dan Georginio Wijnaldum mencapai kilometer fantastis. Sehingga, Liverpool tak membutuhkan playmaker karena ada 3 pemain tengah yang bisa bertindak sebagai pembantu pertahanan sekaligus pengatur serangan juga.
Guna mendukung skema bermain tanpa playmaker itu, Klopp juga menginstruksikan Roberto Firmino dan Sadio Mane untuk turun ke belakang meninggalkan Mohamed Salah sendirian di depan.
Dengan formasi 4-3-2-1 saat bertahan, membuat Liverpool sangat kuat ketika diserang dan sangat cepat ketika counter attack. Soalnya dengan formasi itu, para pemain Liverpool tinggal memberikan umpan panjang yang bisa dikejar Mohamed Salah yang sepertinya dulu, latihannya lari dikejar macan.
Untuk memainkan skema tanpa playmaker ini juga, Klopp sepertinya memberikan latihan khusus untuk meningkatkan akurasi umpan jauh para pemain Liverpool. Sehingga pemain seperti Trent Alexander-Arnold dan Andrew Robertson kerap memberikan umpan jauh yang luar biasanya sangat presisi.
Satu alasan lain mengapa Liverpool tidak membutuhkan playmaker karena seluruh pemain nyaris memiliki akurasi umpan jauh sangat akurat. Ketika sebuah tim bisa melakukan umpan jauh presisi, maka transisi dari bertahan ke menyerang bisa dilakukan dengan cepat tanpa diperlukan peran playmaker.
Strategi memainkan umpan jauh terbukti sangat menyulitkan lawan-lawan Liverpool karena mereka rata-rata tidak sempat kembali ke pertahanan. Taktik umpan jauh dan 3 gelandang pekerja keras menjadi bukti kalau Jurgen Klopp tak butuh playmaker untuk membuat Liverpool juara Liga Inggris.