Sindrom Pascacorona para Pemuncak Klasemen, Setelah Barca dan Liverpool Kini Jangkit Juventus
INDOSPORT.COM - Sindrom penurunan performa pascajeda corona menjangkiti sejumlah klub pemuncak klasemen di tiga liga top Eropa, setelah Barcelona dan Liverpool, kini Juventus.
Pesta juara scudetto Juventus harus tertunda setelah Bianconeri secara mengejutkan menyerah oleh lawannya Udinese dengan skor 2-1 pada pekan ke-35 Serie A Italia di Dacia Arena, Jumat (24/07/20) dini hari WIB.
Juventus yang mengusung misi meraih kemenangan menurunkan para pemain terbaiknya. Harapan sempat membumbung bagi skuat asuhan Maurizio Sarri ketika pada menit 42', Matthijs de Ligt sukses mencetak gol pembuka bagi tim tamu.
Namun, Udinese secara dramatatis mampu membalikkan keadaan dengan mencetak gua gol masing-masing oleh Illija Nestorovski (52') dan Seko Fofana (90+2). Padahal, sepanjang pertandingan Juventus tampil dominan.
Kekalahan ini pun seakan mempertegas penurunan performa Juventus selepas liga digulirkan kembali pada Juni lalu. Setelah pandemi, penampilan Bianconeri menjadi inkonsisten.
Setelah meraih empat kemenangan beruntun pada pekan ke-27 sampai ke-30, setelah itu Juventus tampil terseok-seok dengan menderita dua kekalahan, dua imbang, dan hanya sekali meraih kemenangan.
Salah satu kekalahan didapat dari klub AC Milan dengan skor telak 4-2. Sementara dua hasil imbang diraih beruntun saat melawan Atalanta (2-2) dan Sassuolo (3-3).
Meski begitu, kondisi Juventus di klasemen cukup aman lantaran jarak mereka kini masih dipisahkan enam poin dari pesaing terdekat, Atalanta. Juventus kini mengumpulkan 80 angka.
Mereka tinggal membutuhkan satu kemenangan lagi di sisa tiga laga ini. Meski begitu, mereka terhitung beruntung, karena rival-rival mereka seperti Inter Milan dan Lazio juga melempem. Jika tidak, bisa nasib Juventus seperti Barcelona yang dikudeta Real Madrid.
Sindrom pascacorona memang menjangkiti para pemuncak klasemen di tiga liga top Eropa, yakni Serie A Italia, LaLiga Spanyol, dan Liga Inggris.
1. Sindrom Pascacorona para Pemuncak Klasemen
Sebelum Juventus mengalami penurunan performa di Serie A Italia, dua klub pimpinan klasemen di dua liga top lain yakni Liga Inggris dan LaLiga Spanyol, juga mengalami hal yang sama.
Seakan kompak, tiga tim yang sebelum jeda pandemi berstatus pemuncak klasemen ini tampil inkonsisten ketika liga digulirkan kembali. Dari tiga klub tersebut, Barcelona adalah yang paling apes.
Memimpin dua poin dari Real Madrid persis sebelum LaLiga dihentikan, Blaugrana kini harus merelakan gelar juara jatuh ke tangan Real Madrid.
Di tengah ketatnya persaingan juara LaLiga Spanyol dengan Real Madrid, performa Blaugrana mendadak menurun selepas jeda pandemi COVID-19.
Sampai pekan ke-27 lalu, Barcelona sebetulnya masih memimpin klasemen dengan mengumpulkan 58 poin. Blaugrana unggul dua angka dari Real Madrid di posisi kedua dengan 56 poin.
Namun masuk ke pekan ke-33, kondisi berbalik di mana Barceloan (70 poin) kini tertinggal empat angka dari Real Madrid yang ada di puncak klasemen dengan raihan 74 poin.
Real Madrid tampil gemilang dengan menyapu bersih enam kemenangan beruntun. Sebaliknya, Barcelona meraih hasil inkonsisten dengan meraih tiga hasil imbang dari empat laga terakhir.
Juara bertahan LaLiga itu sangat kedodoran dan seperti kehabisan bensin. Melawan tim peringkat 16, Celta Vigo, mereka hanya main imbang 2-2 setelah unggul lebih dahulu.
Hasil ini melengkapi perolehan imbang tanpa gol mereka di pekan ke-30 saat bertamu ke markas Sevilla. Barcelona seperti kesulitan untuk mencetak gol.
Semasa pandemi COVID-19 sampai dimulainya kembali LaLiga, Barcelona terus mendapat sorotan dari media di seluruh dunia. Penyebabnya apalagi jika bukan deretan masalah internal di dalam tim mereka. Akhirnya Barcelona harus tertinggal lima angka (82 poin) dari Real Madrid (87) pada klasemen akhir Laliga musim 2019-2020 ini.
Sementara di Inggris, sorotan mengarah ke Liverpool. Meski akhirnya mereka berhasil memastikan gelar juara liga mereka dalam 30 tahun terakhir, namun performa skuat asuhan Jurgen Klopp mendapat sorotan.
The Reds gagal memecahkan rekor 100 poin Manchester City. Padahal mereka tampil super dominan di awal dan pertengahan musim.
Penyebabnya apalagi kalau bukan penurunan performa pascajeda corona. Setelah liga digulirkan kembali pada 21 Juni, Liverpool meraih 4 kemenangan, 2 imbang, dan 2 kekalahan.
Catatan ini sangat kontras dengan apa yang mereka raih sebelum pekan ke-30 di mana mereka cuma merasakan satu kalah dan satu imbang saja. Andai saja tak memiliki marjin poin yang besar dengan Manchester City, Liverpool bisa saja bernasib tragis seperti Barcelona atau was-was seperti Juventus saat ini.