Kisah Leeds United yang Hobi Merusak, dari AC Milan Hingga Rohingya
INDOSPORT.COM - Kehadiran kembali Leeds United ke kompetisi tertinggi sepak bola Inggris, Liga Primer Inggris, menjadi sorotan. Usai 16 tahun lamanya berkutat di kompetisi bawah, The Peacocks kini resmi ambil bagian dalam kerasnya kompetisi terbaik di dunia itu.
Namun seiring dengan kehadirannya ke Liga Primer Inggris, nama Leeds United justru kerap terdengar dengan hal yang berbau negatif. Bahkan, hal negatif itu kini terasa betul saat klub-klub Eropa tengah bergerilya di bursa transfer musim panas.
Kabar terbaru mengatakan bahwa Leeds United kini siap merusak harga pasar di bursa transfer. Media Inggris di London, Give Me Sport, mengabarkan bahwa klub yang bermarkas di Ellen Road ini telah menyiapkan dana Rp3,8 triliun untuk memperkuat pasukan Marcelo Bielsa.
Nominal tersebut tentunya tidak seberapa dibandingkan dengan cadangan dana dari pemilik klub-klub taipan timur tengah, seperti Manchester City atau Paris Saint-Germain. Meskipun begitu, nomimal Rp3,8 triliun diyakini dapat merusak harga pasaran dan rencana-rencana klub Eropa lainnya dalam memburu pemain bidikan mereka, seperti yang dirasakan oleh AC Milan.
Sekadar informasi, AC Milan sendiri dikabarkan tengah memburu bek Timnas Inggris, Ben Godfrey, dari Norwich City yang harus terdegradasi ke divisi dua Liga Inggris. AC Milan tidak sendiri, karena banyak klub Eropa yang menginginkannya seperti Liverpool, Manchester United, Bayer Leverkusen, hingga Leeds United.
Demi mengamankan targetnya, Leeds United dikabarkan rela menggelontorkan dana lebih dari para pesaingnya tersebut untuk mendatangkan Ben Godfrey.
'Keserakahan' Leeds United usai promosi ini tentu tidak hanya menyulitkan Stefano Pioli, yang tengah membangun skuat AC Milan untuk musim selanjutnya. Tapi juga dapat merusak rencana klub-klub lain yang tengah mengencangkan ikat pinggang di bursa transfer karena dampak pandemi virus corona.
Tak hanya dari segi bursa transfer, stigma negatif ketika mendengar nama Leeds United ternyata telah terjadi sebelum mereka promosi ke kancah Liga Primer Inggris. Berikut INDOSPORT rangkum kisah-kisah kontroversial yang menyelimuti perjalanan Leeds United promosi ke Liga Primer Inggris
1. Perusakan Sportivitas Marcelo Bielsa vs Frank Lampard
Jikalau Anda adalah fans Chelsea, tentu Anda ingat kemarahan legenda The Blues satu ini. Kala itu di musim 2018/2019 pekan ke-26 di Divisi Championship, kasta kedua Liga Inggris, Frank Lampard seolah meledak atas tindakan tidak sportif pelatih Leeds United, Marcelo Bielsa.
Semua berawal dari aksi mata-mata dua orang dari staf Leeds United saat skuat Derby County, klub yang dilatih Lampard saat itu, tengah melakukan latihan. Aksi tersebut terjadi sehari menjelang pertemuan keduanya, yang mana Leeds United menang dengan skor 2-0.
Hal ini pun diakui oleh Bielsa, secara terus terang, dan mengatakan bahwa aksi itu telah lama ia lakukan sebagai seorang pelatih sepak bola.
"Tanpa berusaha mencari pembenaran, saya telah menggunakan metode semacam ini sejak Piala Dunia bersama Argentina," kata Bielsa seusai laga, dikutip dari Mirror.
Tentu hal ini membuat Lampard naik pitam. Sosok yang saat ini melatih Chelsea itu seakan tidak terima dengan cara tidak wajar Bielsa sehari sebelum pertandingan dimulai.
"Ini adalah hal yang buruk untuk level sportivitas. Saya tidak bisa percaya jika dia (Bielsa) berbicara seolah itu hal yang wajar (mengintip latihan lawan) di tempat lain. Itu mengganggu persiapan kami dalam pertandingan," jawab Lampard.
2. Perusakan Nilai Kemanusiaan Leeds United di Myanmar
Perusakan lainnya yang pernah dilakukan oleh Leeds United adalah melakukan branding, atau pengembangan bisnis mereka di Myanmar. Masalahnya, hal itu dilakukan saat Myanmar tengah disorot karena tragedi kemanusiaan yang terjadi kepada etnis Rohingya.
Kala itu, Leeds United dijadwalkan melawan Tim All-Star dari Myanmar pada 9 Mei 2018. Myanmar dipilih karena dianggap sebagai negara yang memiliki pertumbuhan cepat dalam menggilai sepak bola Inggris.
"Myanmar adalah salah satu negara yang tumbuh dengan cepat sertasangat fanatik terhadap sepak bola Inggris," ucap managing director Leeds United, Angus Kinnear dikutip dari The Guardian.
Hal ini menjadi sorotan dunia, mengingat saat itu Leeds United datang karena dianggap melakukan pengembangan bisnis di saat yang tidak tepat. Keadaan itu diperparah oleh Andrea Radrizzani, pemilik Leeds United.
Pria asal Italia itu menolak tawaran dari Kate Allen, seorang direktur di Amnesty Internasional Inggris. Allen memang tidak memiliki kuasa untuk melarang Leeds United datang ke Myanmar, namun dirinya meminta kepada Leeds untuk menggunakan pengaruhnya dalam mengkampanyekan penghentian kekerasan terhadap kemanusiaan.
Akan tetapi, hal tersebut ditolak mentah-mentah oleh Radrizzani. Dirinya menilai kedatangan Leeds United ke Myanmar bukan untuk kegiatan politik.
"Saya tahu ini adalah keputusan yang kontroversial, namun kami telah mempertimbangkannya dengan hati-hati. Semua orang suka sepak bola, dan ini adalah hiburan yang kami berikan untuk mereka, bukan pemerintah," ucapnya dikutip dari BBC.
"Tak pernah sedikitpun dalam pikiran saya, bahkan klub, untuk ikut terlibat dalam kegiatan politik di Myanmar," tutupnya.