Pudarnya Jimat Lionel Messi dan 'Mission Impossible' Ronald Koeman di Barcelona
INDOSPORT.COM - Pesona Lionel Messi yang mulai memudar menjadi alarm bahaya bagi Barcelona sekaligus tanggung jawab mahasulit bagi Ronald Koeman untuk mengembalikan kejayaan Sang Raksasa Catalan.
Klub Laliga Spanyol, Barcelona, tengah mendapat sorotan luas dari penikmat sepak bola dunia setelah buruk yang menimpa mereka kala dibantai tanpa ampun oleh Bayern Munchen di Liga Champions dengan skor 8-2.
Lionel Messi menjadi pemain yang paling terlihat patah hati atas kekalahan menyakitkan dan memalukan tersebut. Raut wajahnya sangat kecewa baik di lapangan maupun ruang ganti.
Walau telah mengeluarkan kemampuan terbaiknya, peraih enam penghargaan Ballon d'Or itu tetap gagal membawa timnya menang atas raksasa Jerman, Bayern Munchen.
Barcelona musim ini seperti hancur lebur. Untuk pertama kalinya sejak 2008, mereka gagal meraih satu pun trofi di akhir musim.
Tak cuma itu, secara keseluruhan, penampilan Barcelona menurun. Mereka gagal bersaing di LaLiga, memiliki sejumlah masalah internal, sampai isu finansial.
Padahal, Blaugrana merupakan klub dengan pengeluaran gaji tertinggi di dunia saat ini. Mereka juga bisa mendatangkan pemain-pemain top seperti Antoinne Griezmann dan tentu saja memiliki sang megabintang, Lionel Messi.
Pudarnya Jimat Lionel Messi
Lalu, apa yang menyebabkan klub sekaliber Barcelona harus mengakhiri musim tanpa trofi? Jawabannya tentu sangat berkaitan kepada bintang utama mereka Lionel Messi.
Seperti diketahui, Lionel Messi memiliki kontribusi sangat besar untuk kesuksesan Barcelona selama satu setengah dekade ini. Atau jika dibalik, Barcelona memiliki ketergantungan luar biasa dengan Lionel Messi.
Lionel Messi menjadi sosok sentral dalam tiap trofi yang diraih Blaugrana, termasuk dua kali treble winner pada tahun 2009 dan 2015. Bersama Messi, Barcelona tak pernah absen merebut trofi tiap musimnya entah itu LaLiga, Liga Champions, atau Copa del Rey.
Lionel Messi memiliki statistik 'gila' bersama klub yang dibelanya sejak masa remaja tersebut. Total 444 gol dan 201 assist diciptakannya dari 485 penampilan di laga LaLiga.
Di Liga Champions, ia berkontribusi dalam 115 gol dan 39 assist dari 143 pertandingan. Jika ditotal, sepanjang kariernya bersama Barcelona, ia telah mencetak 634 gol dan 285 assist dari 731 penampilan. Sebuah rekor.
Dari data di atas kita bisa mengambil kesimpulan bahwa kesuksesan klub Barcelona sangat bergantung kepada Lionel Messi. Maka, apabila Lionel Messi tampil di bawah performa terbaiknya, otomatis Barcelona akan ikut menderita.
Hal itulah yang terjadi pada musim ini. Jimat Lionel Messi yang dimiliki Barcelona seakan mulai memudar. Sepanjang musim 2019-2020, Lionel Messi "hanya" menciptakan 31 gol dan 26 assist. Catatan ini menurun dari musim lalu ketika ia mencetak 51 gol dan 21 assist.
Jumlah gol Messi menurun 20 dari musim lalu. Sebanyak 31 gol yang diciptakannya musim ini adalah yang terendah dalam satu dekade terakhir dirinya di Barca. Maka tak mengherankan performa Barcelona ikut terdampak.
1. "Mission Impossible" Ronald Koeman
Tentu kurang adil jika hanya Messi saja yang disalahkan atas kekacauan yang menimpa Barcelona saat ini. Tak bisa dipungkiri, kepemimpinan Presiden Josep Maria Bartomeu memang penuh persoalan.
Dari mulai konflik internal antarpemain dan direktur, krisis kepercayaan, masalah finansial seperti pemotongan gaji, sampai pemilihan pelatih sembarangan.
Maka dari itu, jadi tugas berat bagi pelatih anyar Barcelona, Ronald Koeman, untuk membangkitkan kembali raksasa Catalan.
Ronald Koeman datang ke Camp Nou mewarisi Barcelona yang sudah 'membusuk' dengan sisa-sisa kejayaan berupa pemain-pemain yang sudah uzur serta carut-marut manajemen.
Seperti diketahui, Barcelona saat ini adalah salah klub elite yang memiliki rata-rata umur pemain tertua. Para pemain inti Barcelona saat ini sudah termakan usia.
Mulai dari Luis Suarez (33 tahun), Gerard Pique (33), Arturo Vidal (33), Lionel Messi (33), Ivan Rakitic (32), Sergio Busquets (32), Jordi Alba (31), Antoine Griezmann (29), dan Sergi Roberto (28).
Barcelona seakan lupa bahwa bahwa para pemain angkatan Lionel Messi yang dulu menjadi 'anak bawang' di era Xavi, Puyol, Ronaldinho, dan Iniesta, kini sudah menjadi pemain senior dan membutuhkan regenerasi.
Yang menjadi masalah, presiden Barcelona saat ini tak begitu menaruh minat pada produk asli akademi mereka, La Masia. Padahal, kesuksesan Barca dalam dua dekade ini dibangun dari La Masia.
Barca jadi lebih sering membeli pemain-pemain mahal seperti Griezmann, Dembele, Coutinho, yang ujung-ujungnya dicadangkan atau pun tampil melempem. Mungkin hanya Neymar pembelian yang cukup berhasil meskipun meninggalkan masalah panjang pada keuangan mereka.
Hal ini menjadi semacam "misson impossible" bagi pelatih anyar Ronald Koeman untuk kembali membangkitkan Barcelona yang sudah di pengujung era keemasan.
Jika manajemen dan suporter menginginkan Barcelona tampil dominan seperti era Guardiola di tahun 2009 atau Enrique di 2015, maka hal itu sebuah hal utopia, setidaknya dalam lima tahun ke depan.
Pemain seperti Lionel Messi hanya muncul dalam kurun 50 tahun sekali dan Barcelona beruntung memiliki pemain seperti dirinya.
Tanpa "The Messiah", Barcelona adalah tim "raksasa biasa" di Eropa. Fans dan manajemen harus bisa menerima kenyataan bahwa akhir sebuah era bakal segera terjadi di Barcelona.
Tentu dua atau tiga tahun ke depan mereka masih bisa juara, namun bisa juga tidak. Dengan regenerasi yang terlihat kurang baik, segalanya kini bisa terjadi di Barcelona.
Ronald Koeman harus bisa meyakinkan manajemen untuk membangun pondasi tim dengan kombinasi pemain muda. Koeman dan manajemen harus berani menggeser para pemain uzur untuk memberikan panggung bagi pemain muda untuk unjuk gigi layaknya Messi di era Ronaldinho dulu.
Ronald Koeman mesti selektif memilih pemain-pemain senior yang layak untuk dipertahankan atau layak dibuang/tak diperpanjang kontrak. Lionel Messi jelas masih sangat dibutuhkan di Barcelona. Meski tak bisa dipungkiri, di usia 33 tahun performanya tentu akan semakin menurun.
Pembelian pemain bintang tentu diperlukan, namun Barcelona harus lebih berhati-hati agar tak berujung sia-sia. Jika Ronald Koeman dan manajemen gagal menyepakati hal-hal di atas, maka kebangkitan Barceona pun nihil terjadi.
Dan jangan pula menyalahkan Ronald Koeman serta membandingkannya dengan Pep Guardiola atau pun Luis Enrique, pelatih-pelatih yang membesut Barcelona di masa kejayaan.