Jangan Ragu Berguru pada Barcelona Milik Cruyff, Ronald Koeman!
INDOSPORT.COM - Ronald Koeman tengah berada pada posisi sulit sebagai pelatih anyar Barcelona, ia pun dituntut untuk meniru gurunya terdahulu di Camp Nou, Johan Cruyff.
Barcelona akhirnya resmi memiliki pelatih baru menyusul dipecatnya Quique Setien. Ronald Koeman ditunjuk manajemen El Barca untuk membangkitkan klub dan mengembalikan kejayaan Barca di Eropa.
Ronald Koeman tiba di Barcelona dengan misi berat yakni membangun ulang tim yang saat ini sudah tak mampu bersaing di level tertinggi sepak bola Eropa.
Musim 2019-2020 menjadi puncak dari pudarnya kekuatan Barcelona sebagai salah satu tim terbaik dunia. Musim lalu mereka gagal meraih satu pun trofi. Hal itu diperparah dengan kekalahan memalukan 2-8 atas Bayern Munchen di semifinal Liga Champions.
Publik Catalan tersadar, para penggawa klub kini telah termakan usia. Revolusi pun menjadi hal yang tak terhindarkan.
Pemain-pemain uzur seperti Jordi Alba, Sergio Busquets, Luis Suarez, Ivan Rakitic, Samuel Umititi, dan Arturo Vidal menjadi kandidat yang bakal meninggalkan Camp Nou akhir musim ini.
Ronald Koeman bakal menghadapi situasi sulit. Mendepak pemain-pemain berlabel bintang seperti di atas bukan perkara mudah.
Pemain-pemain dengan skill mumpuni dan gaji besar namun berusia uzur biasanya sulit ditempatkan di pasar transfer. Padahal di sisi lain Barcelona harus cepat-cepat mencari pengganti mereka.
Hal itu pernah terjadi pada Ivan Rakitic di masa lalu. Ketika manajemen Barcelona meminta Rakitic untuk hengkang dan menyodorkan tawaran dari klub lain, namun sang pemain memilih menghormati kontrak.
1. Belajar dari Cruyff
Situasi ini bukan pertama kalinya dihadapi oleh Barcelona. Di masa silam, kondisi serupa pernah dialami oleh pelatih legendaris mereka, Johan Cruyff.
Pada saat datang melatih di Barcelona tahun 1988, Johan Cruyff diwarisi tim yang telah lapuk. Perpecahan terjadi di dalam tim aantarpemain dengan petinggi klub.
Akhirnya, pada tahun 1988, Cruyff mendepak 13 pemain sekaligus termasuk bintang-bintang senior mereka kala itu Schuster, Victor, Manolo, Cristobal, dan Moratalla.
Bahkan, setahun kemudian Gary Lineker juga ikut didepak karena tak masuk rencana Cruyff. Setelah itu, Cruyff membangun tim dengan darah-darah muda sesuai yang ia mau seperti Bakero, Begiristain, Eusebio, dan tentu saja Ronald Koeman.
Hasilnya? Barcelona meraih masa kejayaan dengan merebut tiga gelar LaLiga beruntun dan Liga Champions Eropa 1992.
Johan Cruyff bukan satu-satunya yang melakukan cara itu. Meski tak semasif Cruyff, Pep Guardiola juga sempat melakukannya kala ditunjuk menjadi pelatih kepala di menggantikan Frank Rijkaard di tahun 2008.
Ia dengan tegas ingin menyingkirkan tiga pilar Barcelona yang berjaya di bawah Rijkaard, yakni Ronaldinho, Deco, dan Samuel Eto'o. Ronaldinho dan Deco meninggalkan Barca di akhir musim 2009, sementara Eto'o hengkang pada 2010.
Guardiola pun berfokus pada kekuatan Lionel Messi sebagai pemain terbaik dunia disokong oleh Andres Iniesta, Xavi Hernandez, Javier Mascherano, dan lainnya.
Bak Cruyff dan Guardiola sama-sama meraih kesuksesan besar setelah melakukan revolusi yang tak bisa dihindari. Lalu, apakah Ronald Koeman memiliki keberanian dan kemampuan yang sama untuk menerapkan hal tersebut di Barcelona saat ini?