Kingsley Coman, The King Sesungguhnya di Antara Para Megabintang Dunia
INDOSPORT.COM – Nama Kingsley Coman mendadak meroket usai menjadi pahlawan di final Liga Champions 2019/20 kala mencetak satu gol bagi Bayern Munchen dalam kemenangan 1-0 atas Paris Saint-Germain.
Coman mampu mencetak satu-satunya gol yang berlangsung di Estadio Da Luz, Lisbon, Portugal tersebut. Tandukannya di menit ke-59 mampu menggetarkan jala gawang PSG yang tak lain adalah tim yang membesarkan namanya.
Sejatinya, sejak bergulirnya Liga Champions 2019/20, nama Coman kalah tenar dibanding pemain Bayern Munchen lainnya. Bahkan, namanya lebih banyak muncul sebagai pengganti. Bahkan cedera parah membekapnya dan membuat namanya hilang dari peredaran.
Pada Desember 2019, ia harus absen panjang dari lapangan usai menderita cedera parah yang membuatnya menepi hampir dua bulan lamanya. Rentetan cedera di musim 2019/20 pun turut memaksanya absen 12 laga.
Fakta ini dirasa cukup menghancurkan kepercayaan diri Coman. Apalagi Bayern Munchen memiliki segudang winger hebat yang bisa saja mengambil tempatnya setelah lama absen dari lapangan hijau.
Namun kesempatan datang untuk Kingsley Coman di akhir musim 2019/20. Di laga penting sekelas final Liga Champions, ia diturunkan menjadi starter oleh Hansi Flick. Siapa sangka, kehadirannya memberi dampak positif untuk Bayern Munchen yang meraih gelar keenamnya di kompetisi tersebut.
Nama Coman mampu menutupi sinar Robert Lewandowski, Kylian Mbappe dan Neymar yang digadang-gadang akan menjadi aktor di laga final ini. Tak pelak pujian pun mengalir untuk pemain berusia 24 tahun tersebut.
“Dia (Coman) membantu kami. Dia datang dan bisa membuat lawan kesulitan duel 1 vs 1. Baginya mencetak gol tersebut setelah lama cedera adalah hal yang luar biasa,” ujar Serge Gnabry.
“Mungkin dia (Coman) akhirnya bisa keluar dari bayang-bayang Franck Ribery dan Arjen Robben musim ini. Kingsley talenta yang luar biasa dan dia menunjukkannya malam ini,” ucap sang pelatih, Hansi Flick.
Pujian ini pun nyatanya berbanding lurus dengan segudang prestasinya. Siapa sangka di usia yang baru ke-24 tahun, Kingsley Coman tak pernah absen gelar di setiap musim yang ia jalani.
1. Perjalanan Kingsley Coman Hingga Menjadi âThe Kingâ
Sepanjang perjalanan kariernya di dunia sepak bola, Kingsley Coman baru merasakan kompetisi di level senior selama kurang lebih tujuh musim. Pertama kali ia mencicipi ranah kompetitif pada usia yang sangat muda, yakni 16 tahun.
Coman menimba ilmu sepak bola bersama tim Paris Saint-Germain muda sejak 2011 silam. Dalam perjalananya, bakatnya telah tercium sejak di usia muda. Perlahan demi perlahan, ia naik tingkat ke level atasnya.
Puncaknya terjadi di musim 2013. Tepat di usianya yang baru 16 tahun delapan bulan, Coman diberikan kesempatan debut oleh Carlo Ancelotti. Pada menit ke-87 ia dimasukkan menggantikan Marco Verratti kala menghadapi Sochaux di Ligue 1 Prancis 2012/13.
Tiga menit di atas lapangan cukup membuat Coman menyandang status debutan termuda sepanjang sejarah PSG. Setelahnya, jalan tejal pun ia lalui. Ia tak lagi mendapat panggilan ke tim senior di musim selanjutnya.
Alhasil Coman pun keluar dari zona nyamannya dan hijrah ke Italia dengan bergabung Juventus pada 2014. Di Turin, kesempatan pun datang untuknya. Bahkan di musim perdananya, ia mampu tampil sebanyak 20 kali dengan total 673 menit bermain. Satu gol dan dua assist pun mengiringi musim perdananya di negeri pizza.
Apa yang ia tampilkan di Juventus sejatinya cukup baik. Pada akhirnya di tahun 2015, Bayern Munchen datang dan meminjamnya. Dari sinilah kepercayaan dirinya meningkat tajam dan berhasil memainkan 37 penampilan di berbagai ajang dengan torehan enam gol dan 12 assist.
Mengetahui talenta yang dimiliki Coman dalam masa peminjamannya, Bayern Munchen pun lantas mengambil langkah jitu dengan mempermanenkannya. Mahar 21 juta euro (Rp363 miliar) dikeluarkan The Bavarian pada 2017.
Memiliki nama besar seperti Franck Ribery dan Arjen Robben di depannya membuat perkembangan Coman meningkat drastis. Dari kedua winger hebat inilah, kemampuannya mulai terasah. Tak pelak, ekspektasi besar pun menghinggapinya untuk menjadi suksesor keduanya. Berhasilkah?
Setelah Ribery dan Robben pergi, Coman tak lantas bisa menutupi kepergian keduanya. Produktifitasnya tak sebaik seniornya. Namun hal ini tak lantas membuat Bayern Munchen patah arang. Mereka tahu, harus berhati-hati dalam mengembangkan talenta pemain sepertinya.
Ekspektasi untuk Coman tersebut pun perlahan memudar setelah mencuatnya nama Serge Gnabry. Ditambah lagi, Bayern Munchen mendatangkan Leroy Sane. Kedatangannya tersebut diyakini membuat posisi Coman di tim utama terancam.
Tak adanya beban di punggungnya serta namanya yang mulai larut ditengah gemerlapnya skuat Bayern Munchen memberi efek penting baginya. Coman bisa tampil lepas dalam bermain.
Hasilnya? Satu gol di final Liga Champions 2019/20 mampu ia sarangkan ke jala mantan timnya. Pergerakannya bahkan mampu membuat lini belakang PSG kalang kabut. Ia menjadi sosok pembeda di tengah terbatasnya pergerakan Lewandowski dan Gnabry.
Berkat hilangnya nama Coman di benak orang membuat ia bermain leluasa. Mungkin para pemain PSG terkejut karena menurut mereka ancaman akan lahir dari Gnabry dan Lewandowski. Inilah yang menjadi fokus Thomas Tuchel pasca laga.
“Kami mengira Bayern Munchen akan membuat dua perubahan. Tapi sedikit mengejutkan ia (Coman) menjadi starter. Perisic bermain baik di pertandingan terakhir. Kecepatannya (Coman) sulit dihentikan,” tutur Tuchel.
2. Kingsley Coman adalah 'The Real King'
Di balik gemerlapnya bintang di final Liga Champions 2019/20, nama Kingsley Coman tiba-tiba muncul. Sejujurnya, banyak pecinta sepak bola yang meyakini bahwa Lewandowski, Neymar ataupun Mbappe yang akan menjadi bintang di laga ini.
Namun Coman mampu meredupkan pamor ketiganya dan mencuri perhatian. Pergerakannya di sisi kanan pertahanan PSG mampu membuat Tino Kehrer kocar-kacir. Bahkan peluang demi peluang lahir dari pergerakan dan kecepatannya.
Hal ini memanglah mengejutkan. Tapi takkan mengejutkan jika melihat arti King (Raja) dibalik nama Kingsley Coman. Ia memang ditakdirkan menjadi raja dibalik banyaknya bintang di laga tersebut.
Di usia 24 tahun, beragam prestasi di level klub mampu diraih Coman. Uniknya, sejak pertama kali debut di usia 16 tahun hingga artikel ini dimuat, Coman selalu menutup musimnya dengan gelar demi gelar.
Tak pernah sekalipun dalam kariernya Coman absen mengangkat piala. Jika diibaratkan, Coman adalah raja yang selalu menang dalam perebutan wilayah di setiap kesempatan yang ada.
Gelar bergengsi pertama yang ia dapatkan adala gelar Ligue 1 Prancis di musim 2012/13. Satu gelar tersebut pun diikuti dengan tiga gelar PSG lainnya setahun kemudian.
Kpeindahannya ke Juventus ternyata juga membawa rentetan gelar bergengsi. Dua gelar Serie A Italia musim 2014/15 dan 2015/16 dan satu gelar Coppa talia mampir ke nama Coman. Rentetan gelar domestik ini pun tak terhenti begitu saja.
Saat hijrah ke Bayern Munchen pada 2015, gelarnya kian bertambah di mana The Bavarian mampu meraih titel Bundeliga dan titel domestik lainnya. Jika disimpulkan, di setiap musimnya Coman tak pernah absen dari gelar liga.
Total 20 gelar telah ia koleksi sepanjang karier sepak bolanya. Manisnya lagi, gelar ke-20 adalah trofi Liga Champions yang di mana dirinya sendirilah yang menjadi aktor genapnya trofi yang telah diraihnya sejak debut pada 2013 silam.
Memang benar jika sematan The Real King (Raja Sesungguhnya) pantas disematkan untuk sosok Kingsley Coman.