x

3 Dosa Frank Lampard Bersama Chelsea sejak Musim 2019/20

Senin, 19 Oktober 2020 13:12 WIB
Editor: Zulfikar Pamungkas Indrawijaya
Sejak didapuk sebagai pelatih Chelsea pada awal musim 2019/20, Frank Lampard telah melakukan 3 dosa besar. Apa saja itu?

INDOSPORT.COM – Sejak didapuk menjadi pelatih Chelsea pada 2019 silam, banyak pihak yang meyakini bahwa Frank Lampard akan membuat sejarah bersama The Blues.

Hal ini tak lepas dari pengaruhnya serta statusnya di Chelsea. Lampard tercatat sebagai legenda klub dan pencetak gol terbanyak sepanjang masa The Blues selama 13 tahun berkarier di Stamford Bridge.

Setiap menyebut nama Lampard, orang pun akan selalu memikirkan Chelsea. Bisa dikatakan, Lampard dan Chelsea adalah sebuah kesatuan yang diyakini takkan bisa dipisahkan.

Baca Juga
Baca Juga

Hal itu membuat banyak pihak bersuka cita saat Chelsea menunjuk Lampard yang notabene belum memiliki pengalaman melatih yang cukup untuk membesut tim besar.

Maklum, Frank Lampard sebelum kembali ke Chelsea baru melatih tim Divisi Championship, Derby County. Tentunya suka cita yang hadir saat penunjukkannya pun dibarengi dengan pertanyaan: mampukah dirinya membawa The Blues berjaya?

Sejatinya, pada musim 2019/20, Lampard menorehkan prestasi luar biasa. Dengan adanya larangan transfer dan hanya bermodalkan para pemain muda, ia mampu membawa Chelsea finis empat besar.

Permainan atraktif mampu ia terapkan bersama Chelsea di awal masa kepemimpinannya. Namun setahun sejak Lampard diangkat menjadi pelatih The Blues, kebusukan di bawah kepemimpinannya mulai terbongkar satu demi satu.

Kebusukan Lampard baik dalam hal teknis maupun non teknis saat melatih terlihat dari beberapa hasil yang didapatkan Chelsea di awal-awal musim 2020/21 meski telah mengeluarkan dana hingga 200 juta pounds lebih untuk mendatangkan pemain bintang.

Baca Juga
Baca Juga

Lalu apa saja dosa yang membuat kiprah Frank Lampard di Chelsea selama satu tahun lebih ini perlahan demi perlahan terlihat busuk? Berikut ulasannya.

1. Menyalahkan Pemain di Depan Umum

Sebagai mantan pemain, Frank Lampard tentu tahu apa dampak yang akan diterima anak asuhnya ketika dipermalukan dan disalahkan di hadapan publik.

Namun Lampard seakan lupa dengan pengalamannya bermain dan beberapa kali menunjukkan bahwa hasil negatif yang diterima Chelsea karena anak asuhnya.

Hal tersebut ia buktikan saat berkali-kali mengoceh dan mengkritisi kesalahan para bek Chelsea. Lebih parahnya, di awal musim 2020/21 ini ia menyebut nama Marcos Alonso di depan jutaan orang sebagai biang kerok hasil seri yang diterima Chelsea (saat lawan West Bromwich Albion).

Teranyar, di laga melawan Southampton ia menyalahkan para pemainnya yang dinilai tak patuh tak paham dalam manajemen permainan sehingga Chelsea kembali meraih hasil seri.


1. 2. Miskin Taktik Terutama Soal Bertahan

Pelatih dan bintang muda klub Liga Inggris, Chelsea, Frank Lampard (kiri) dan Mason Mount.

Chelsea telah kebobolan 63 gol dalam 43 laga Liga Inggris bersama Frank Lampard sejak 2019/20. Namun seakan tak ingin berkaca dan mulai berbenah, ia malah menyalahkan para pemainnya di lini belakang.

Problem Chelsea dalam urusan bertahan memang kebanyakan dari kesalahan para pemainnya. Namun Lampard sebagai pelatih tak membantu para pemainnya untuk meningkatkan kualitas pertahanan.

Sebagai contoh, Lampard tak tahu komposisi lini belakangnya dan kerap mengubah-ubah formasi di lini belakang. Dalam 41 pertandingan sebelumnya, ia menggunkana 20 line up berbeda untuk lini belakang.

Tentu dosa Lampard di balik buruknya pertahanan Chelsea juga tak lepas dari taktiknya yang melakukan zonal marking yang mudah terekspos oleh lawan dan man marking yang kerap diperagakan saat set pieces.

3. Sering Bereskperimen dan Memainkan Pemain di Luar Posisinya

Chelsea bisa dikatakan memiliki hampir pemain terbaik dan potensial di setiap posisi permainan. Namun, Frank Lampard nampak tak bisa memaksimalkan potensi para pemainnya dan malah sering memainkan pemain di luar posisi aslinya.

Eksperimen Lampard dengan formasi yang kerap ia ubah dari 4-3-3 menjadi 4-2-3-1 atau 3-4-3 membuat para pemainnya seakan dipaksa untuk bermain di luar posisinya.

Sebagai contoh, pada laga melawan Southampton, Lampard memainkan Christian Pulisic di sisi kanan. Padahal posisi aslinya ada di sisi kiri. Malah di posisi sayap kiri, ia menaruh Mason Mount yang notabene gelandang bernomor 8.

Di saat winger-winger Chelsea cedera dan hanya menyisakan Callum Hudson-Odoi, Lampard malah mencadangkannya dan menaruh Mount di lini sayap. Sebagai catatan saat melawan Crystal Palace, Hudson-Odoi yang jadi starter tampil brilian di saat Mason Mount di cadangkan oleh Lampard.

Belum lagi dengan fakta bahwa Timo Werner yang berposisi asli Striker ditaruh sebagai winger kiri ataupun Kai Havertz yang bertipe pemain nomor 10 ditaruh sebagai winger kanan.

ChelseaFrank LampardLiga InggrisBola InternasionalMarcos AlonsoChristian PulisicTimo WernerCallum Hudson-OdoiSepak BolaMason Mount

Berita Terkini