Serial Liga Indonesia Tanpa Klimaks: Berlanjutnya Kutukan Persib 2020
INDOSPORT.COM - Sudah hampir setahun sepak bola Indonesia mengalami mati suri akibat terdampak pandemi virus corona. Liga 1 2020 yang sempat ditangguhkan sejak pertengahan Maret lalu pun akhirnya dibubarkan oleh PSSI per 20 Januari 2021.
Secara umum, pembubaran kompetisi merupakan usulan dari sebagian besar klub peserta yang lantas disahkan Exco PSSI menjadi sebuah keputusan seperti tertera dalam SK Nomor: 05/SKEP/1-2021 tentang Penghentian Liga 1 2020.
"SK ini menetapkan penghentian kompetisi 2020 yang disebabkan oleh keadaan kahar (force majeure) berupa pandemi Covid-19. Liga 1 ditetapkan tanpa juara, promosi, dan degradasi,” kata Ketua Umum Mochamad Iriawan seperti dilansir laman resmi PSSI.
Bubarnya Liga 1 2020 seakan mengulang sejarah. Sepak bola Indonesia tercatat pernah mengalami peristiwa serupa, meski dengan alasan berbeda, antara lain edisi 1997-1998 (situasi politik dalam negeri plus skandal mafia wasit) dan 2015 (konflik PSSI-Kemenpora).
Selain sejarah, keputusan PSSI menyetop permanen Liga 1 2020 yang baru berjalan tiga pekan ini sekaligus melanjutkan tren negatif salah satu raksasa pengoleksi dua titel juara Liga Indonesia dan identik dengan warna biru. Siapa lagi kalau bukan Persib Bandung.
Berdasarkan penelusuran INDOSPORT, Persib seolah-olah 'ketempelan' kutukan unik. Entah kenapa mereka selalu gagal meraih gelar juara ketika Liga Indonesia menerapkan format satu wilayah.
Tak percaya? Tengok saja rekam jejak dan prestasi Persib sepanjang berkiprah di kompetisi kasta tertinggi era profesional pasca-peleburan Perserikatan dengan Galatama (1994-sekarang).
Sejarah mencatat Persib dua kali menjuarai Liga Indonesia, yakni pada edisi 1994-1995 (masih bernama Divisi Utama) dan 2014 (ISL). Kebetulan dua musim itu menggunakan format zonasi dua wilayah (Barat dan Timur).
Di Liga Indonesia 1994-1995, Persib yang mengandalkan pemain-pemain lokal tanpa satu pun amunisi asing sukses mengukir tinta emas sebagai kampiun pertama era profesional. Mereka melaju cukup mulus dari penyisihan hingga final.
Persib Bandung berhak membawa pulang trofi Liga Indonesia 1994-1995 selepas menekuk Petrokimia Putra dengan skor tipis 1-0. Gol semata wayang Sutiono Lamso menentukan kemenangan timnya di hadapan puluhan ribu Bobotoh yang memadati Stadion Utama Senayan (kini SUGBK).
Kesuksesan Persib baru terulang kembali setelah mengalami masa paceklik selama 19 tahun. Tim yang kala itu ditangani oleh Djajang Nurdjaman merengkuh trofi juara Indonesia Super League (ISL) 2014.
Sedikit berbeda dengan edisi 1994-1995, kali ini perjuangan Persib di final lebih menguras tenaga dan pikiran karena harus bertanding selama 120 menit plus melakoni babak adu penalti menghadapi Persipura Jayapura.
Beruntung, Persib mampu mengungguli Persipura dalam babak tos-tosan yang berlangsung di Stadion Gelora Sriwijaya Jakabaring, Palembang, tersebut. Mental juara Maung Bandung lebih kuat daripada Boaz Solossa dkk, meski sempat ditahan imbang 2-2 sepanjang waktu normal.
Seluruh penendang Persib Bandung, mulai dari Makan Konate, Ferdinand Sinaga, Tony Sucipto, Supardi Nasir, hingga Achmad Jufriyanto sukses menunaikan tugasnya, sementara satu penedang Persipura, Nelson Alom, gagal. Skor akhir 5-3 untuk kemenangan kubu biru.
Itulah sepenggal cerita kesuksesan Persib yang seluruhnya terjadi ketika kompetisi memakai format zonasi. Kutukan ini nyaris berakhir pada Liga 1 2018 lantaran sempat menguasai puncak klasemen selama berpekan-pekan, bahkan meraih predikat juara paruh musim.
Nahas, inkonsistensi dan problem cedera pemain membuat Persib harus terpental hingga akhirnya dengan berat hati melihat musuh bebuyutannya, Persija Jakarta, keluar sebagai juara di pengujung Liga 1 2018.
Kesempatan menghancurkan kutukan tak pernah juara di format satu wilayah datang lagi edisi 2020. Persib yang bermaterikan pemain asing jempolan seperti Geoffrey Castillion dan Wander Luiz plus pelatih beken Robert Rene Alberts tancap gas sejak awal musim.
Persib berhasil menyapu bersih poin penuh yang tersedia di tiga pekan pembuka Liga 1 2020. Mereka secara berturut-turut melibas Persela Lamongan (3-0), Arema FC (2-1), dan PSS Sleman (2-1).
Striker Wander Luiz melesat dengan raihan empat gol dalam tiga pertandingan, belum termasuk Geoffrey Castillion yang mengemas dua gol. Keduanya langsung nyetel meski baru pertama kali mencicipi atmosfer sepak bola Indonesia.
Dasarnya apes, kans juara Persib Bandung lagi-lagi tertutup, tapi kali ini bukan alasan teknis, melainkan force majeure. Liga 1 2020 terpaksa dihentikan sementara akibat merebaknya pandemi virus corona yang mengancam nyawa umat manusia di seluruh dunia.
PSSI dan PT Liga Indonesia Baru (LIB) sempat berencana melanjutkan Liga 1 2020 pada Oktober, lalu November, namun dua-duanya batal karena alasan serupa, yaitu keengganan pihak kepolisian menurunkan izin keramaian di tengah pandemi virus corona.
Alasan ini pula lah yang kemudian menjadi salah satu dasar pertimbangan PSSI dalam menerbitkan SK Pembubaran Liga 1 2020 pada 20 Januari lalu. Hasrat juara Persib pun pupus seketika dan manajemen klub mengaku kecewa berat dengan keputusan tersebut.
"Pasti merugikan semua klub. Kami sangat menyesalkan keputusan PSSI membatalkan Liga 1 2020. Semua klub pasti dirugikan secara moril dan materiil," kata Direktur PT Persib Bandung Bermartabat (PBB), Teddy Tjahjono, beberapa waktu lalu.
Berbeda dengan manajemen, pelatih Persib, Robert Rene Alberts, justru memilih legowo. Dia bahkan sudah menyarankan untuk membubarkan Liga 1 2020 sejak Desember silam.
"Tidak ada alasan menggelar liga yang sudah terhenti setahun. Jadi keputusan untuk membubarkan Liga 1 2020 menurut opini saya adalah sangat tepat," jelas Robert Rene Alberts.
Robert barangkali sudah pasrah melihat kompetisi yang tidak jelas kapan kembali berputar. Dia berpikir visioner mempersiapkan Persib menyambut musim baru Liga 1 2021.
Siapa tahu kelak Robert Rene Alberts malah bisa menyudahi kutukan unik Persib tahun ini, itu pun kalau PSSI bisa menggelar Liga 1 2021 dengan mengantongi izin keramaian dari kepolisian.