3 Alasan Hakim Ziyech Belum Nyetel Bareng Chelsea
INDOSPORT.COM – Hingga musim 2020/21 akan berakhir dalam waktu dekat, Hakim Ziyech nampak belum nyetel sehingga tak banyak memberi dampak dalam permainan Chelsea sejauh ini.
Hakim Ziyech menjadi salah satu pemain yang didatangkan Chelsea di musim panas 2020. Sejatinya, ia resmi diboyong pada Februari 2020 lalu dalam bursa transfer musim dingin.
Namun, Ziyech baru datang pada Juli 2020 sembari menyelesaikan masa baktinya dengan Ajax Amsterdam hingga 30 Juni 2020.
Harapan besar pun mengiringi kedatangannya. Maklum, Ziyech merupakan salah satu pemain paling kreatif di Eredivisie Belanda dan pemain terbaik Ajax dalam beberapa tahun terakhir.
Namun, dampak yang diberikan Hakim Ziyech hanya terlihat di beberapa laga saja. Itupun di awal-awal musim setelah dirinya cedera di laga pramusim Chelsea.
Ziyech terhitung hanya mampu memberi dampak di dua laga Chelsea di Liga Inggris yakni pada saat melawan Burnley dan Sheffield United dengan torehan satu gol dan tiga assist.
Sedangkan di Liga Champions, ia hanya mencetak satu gol yakni kala Chelsea melawat ke Rusia untuk menghadapi Krasnodar.
Setelahnya, permainan Ziyech nampak menurun dan sering absen di laga-laga Chelsea. Namun kebanyakan ia absen karena cedera.
Namun di laga terakhir Chelsea, ia tampil sebagai starter di laga Piala FA melawan Barnsley. Sayangnya, performanya jauh dari kata memuaskan dan malah cenderung menyedihkan.
Mengapa Hakim Ziyech yang notabene pemain paling kreatif di Eredivisie Belanda malah melempem di Inggris bersama Chelsea dan kesulitan nyetel? Berikut ulasan INDOSPORT.
1. 1. Cedera
Cedera menjadi penyebab utama Ziyech sulit nyetel bersama Chelsea. Di musim 2020/21 ini saja, pemain asal Maroko ini mengalamo cedera lutut yang membuatnya banyak absen.
Riwayat cedera pun sejtinya telah ia miliki bersama Ajax. Namun, dalam dua tahun terakhir, Ziyech terkesan rentan dengan cedera karena banyak absen dengan total waktu menepi selama 75 hari sejak musim 2019/20 hingga saat ini.
Dengan riwayat cedera tersebut, Ziyech pun akan sult mengeluarkan kemampuan terbaiknya karena adanya ketakutan akan cedera yang bisa membuatnya kehilangan menit bermain bersama Chelsea.
2. Adaptasi
Meski berada di usia matang sebagai pemain yakni 27 tahun dengan pengalaman segudang, Ziyech pun tetap membutuhkan yang namanya adaptasi.
Hal ini diakui oleh Thomas Tuchel. Pelatih anyar Chelsea ini mengakui Ziyech tngah beradaptasi dengan sepak bola Inggris dan gaya bermain The Blues di bawah arahannya.
Di era Frank lampard, Ziyech memiliki peran sebagai kreator, dan biasanya kreatifitas yang ia keluarkan berupa umpan panjang atau diagonal. Hal ini berbeda dengan strategi Tuchel sendiri.
“Bagi saya, jelas dia (Ziyech) butuh adaptasi untuk sepak bola seperti ini dan Liga Inggris,” tutur Tuchel dikutip dari Sky Sports.
Selain karena taktik Tuchel dan Lampard yang berbeda, Ziyech juga dihadapkan pada kerasnya permainan dan tingginya intensitas Liga Inggris yang cenderung berbea dengan Eredivisie Belanda, liga yang menjadi tempatnya paling banyak menghabiskan karier.
3. Pergantian pelatih
Seperti yang telah dibahas di atas, pergantian pelatih dari Lampard ke Tuchel juga mempengaruhi permainan Ziyech secara keseluruhan.
Di bawah Lampard dan skema 4-2-3-1 atau 4-3-3, Ziyech biasanya mengisi posisi winger kanan dan memiliki kebebasan sehingga terkadang ia menjadi pemain bernomor 10 untuk menjadi kreator bagi Chelsea.
Di bawah Tuchel, skema Chelsea berubah menjadi 3-4-2-1 di mana ia ditempatkan sebagai salah satu pemain di belakang penyerang. Di skema ini, ia tak mendapat kebebasan karena perannya berbeda.
Di skema 3-4-2-1 Tuchel, dua pemain di belakang penyerang terkadang menjadi Inside Forward yang butuh kecepatan dan penetrasi tinggi untuk memerankan fungsi penyerang kala Werner melebar ke sisi kiri. Alhasil Mason Mount, Callum Hudson-Odoi dan Kai Havertz dirasa lebih cocok dengan skema ini.
Ziyech lebih bertipikal kreator sehingga ia masih kesulitan mengikuti pola Tuchel. Pola ini sendiri jauh berbeda dengan apa yang ia mainkan selama di Eredivisie Belanda dan di bawah arahan Lampard.