Counter-Pressing, Kunci Thomas Tuchel Bawa Chelsea Pecundangi Atletico Madrid
INDOSPORT.COM – Thomas Tuchel kembali menunjukkan magisnya kala membawa Chelsea membungkam tuan rumah Atletico Madrid di leg pertama babak 16 besar Liga Champions 2020/21. Apa yang menjadi resep kemenangan tersebut?
Chelsea bersama Thomas Tuchel kembali melanjutkan tren positif kala bertandang ke Bukarest, Rumania untuk menghadapi Atletico Madrid di leg pertama babak 16 besar Liga Champions 2020/21.
Dalam laga ini, Chelsea meraup kemenangan penting dengan skor 1-0 atas tuan rumah Atletico Madrid yang harus bermain jauh dari kandangnya, Wanda Metropolitano.
Olivier Giroud menjadi penentu kemenangan Chelsea. Berkat gol saltonya di menit ke-68, ia berhasil memberikan keunggulan bagi The Blues sebagai modal bermain di leg kedua nanti.
Tentu kredit diberikan kepada Thomas Tuchel. Sebab, laga melawan Atletico Madrid menjadi laga kedelapannya bersama The Blues.
Dalam delapan laga yang telah ia jalani di segala ajang, Chelsea belum sekalipun menderita kekalahan dan hanya kebobolan dua gol saja yang tercipta di Liga Inggris.
Kemenangan atas Atletico juga menjadi sebuah pembuktian Tuchel bahwa dirinya bukanlah pelatih kacangan. Hal tersebut terbukti sepanjang laga di mana Chelsea tampil dominan.
Hebatnya, Atletico yang merupakan pemuncak klasemen sementara LaLiga Spanyol 2020/21 tak berkutik dalam menyerang sehingga gagal melepaskan tembakan ke arah gawang.
Dengan permainan yang ditampilkan Chelsea, resep apa yang dimiliki Tuchel sehingga membuat lawannya tak berkutik dan menelan kekalahan?
Jawabannya sendiri adalah taktik Counter-Pressing yang diterapkan Thomas Tuchel di Chelsea sedari menit awal hingga menit akhir pertandingan melawan Atletico Madrid.
1. Taktik Counter-Pressing Tuchel Bersama Chelsea
Pasca laga tersebut, Thomas Tuchel dengan tegas menyatakan kunci kemenangan Chelsea atas Atletico Madrid ada pada konsentrasi level tinggi.
“Saya sangat bahagia untuk semua pemainku dan untuk tim karena kami mendapat hasil besar. Itu sangat penting karena kami sangat berkonsentrasi selama 96 menit dan kami menerima fakta bahwa sangat sulit menciptakan peluang (melawan Atletico Madrid),” ujar Tuchel dikutip dari The Guardian.
Memang satu gol Giroud yang berhasil memenangkan Chelsea bukanlah dari skema serangan yang apik. Tuchel pun sadar akan hal tersebut.
Namun, pelatih berusia 47 tahun ini menekankan bahwa konsentrasi pemain Chelsea di lapangan lah yang membuat hasil ini tercapai.
Konsentrasi yang dimaksudkan Tuchel sendiri adalah konsentrasi dalam transisi menyerang dan bertahan. Dalam fase tersebut, terlihat jelas magis dan karya dari mantan pelatih Paris Saint-Germain itu.
Chelsea tampil dominan dengan menguasai 64 persen penguasaan bola dengan jumlah operan mencapai 677 operan atau hampir dua kali lipat dari yang diciptakan Atletico.
Siapa sangka, permainan mendominasi ini karena Chelsea menerapkan taktik Counter-Pressing yang memang menjadi andalah Tuchel sejak awal melatih tim profesional.
Counter-Pressing sendiri menuntut sebuah tim untuk mengganggu permainan lawan sambil menciptakan serangan melalui serangan balik cepat hasil dari bola yang dimenangkan di area lawan.
Sejak menit pertama, Chelsea menerapkan taktik Counter-Press ini untuk meredam gaya bermain Atletico yang defensif dan mengandalkan serangan balik dengan pola yang sama yakni tiga bek.
Permainan Chelsea di laga melawan Atletico mengandalkan transisi cepat dalam bertahan dan menyerang ketika bola yang tengah dikuasai hilang dan direbut lawan.
Counter-Pressing bukanlah sekadar pressing terus menerus. Taktik ini lebih terorganisir memanfaatkan pemain di setiap area lapangan untuk menutup pergerakan pemain dan arah bola.
Pressing dalam taktik ini membutuhkan konsentrasi tinggi dari tim yang memainkannya. Hal tersebut terlihat dari bagaimana kompaknya para pemain Chelsea menutup setiap gerak gerik pemain dan menutup aliran bola saat bertahan.
“Kami (Chelsea) ingin mendominasi di area lawan, tak kehilangan konsentrasi dan melakukan kesalahan dan selalu waspada terhadap serangan balik dengan kualitas yang mereka (Atletico) miliki,” tutur Tuchel.
Dalam skema ini, setelah bola direbut dari lawan bola langsung dialirkan ke para pemain tengah untuk kembali melakukan serangan cepat. Dalam laga ini, peran Jorginho dan Mateo Kovacic sebagai Double Pivot terlihat jelas dalam membangun serangan baik lewat operan ataupun dribelnya.
Terlihat dari statistik keduanya di laga ini di mana Jorginho menjadi pemain yang paling banyak memberi operan dengan total 103 operan.
Lalu, Kovacic yang akan menerima bola dari Jorginho akan bertugas memecah pertahanan dan menarik lawan dengan dribel dan umpannya di mana di laga ini selama 74 menit bermain, ia melakukan dua dribel sukses serta melepaskan 90 operan.
Dalam bertahan, Tuchel menjadikan dua bek sayapnya untuk melebar. Dalam formasi Chelsea, Marcos Alonso dan Callum Hudson-Odoi menjadi pemain yang paling sering mengisi sisi lapangan untuk memberi ruang kepada Timo Werner dan Mason Mount bergerak bebas ke area tengah.
Selain bertugas membuka ruang, Alonson dan Hudson-Odoi juga dituntut aktif bertahan sehingga dalam Chelsea menciptakan lima bek untuk menahan gempuran Atletico.
Counter-Press yang diterapkan Tuchel ini pun sempat membuat Atletico merubah struktur bertahan dengan enam bek sejajar dan berubah menjadi empat bek kala Chelsea melakuka serangan balik cepat hasil dari merebut bola lawan.
Tak ayal, taktik ini membuat Atletico mati kutu baik dalam transisi bertahan dan menyerang. Sayang, Chelsea belum sepenuhnya menguasai karena adanya keterbatasan para pemainnya yang sulit melepaskan umpan berbuah peluang di sepertiga akhir lapangan.
Andai Chelsea bisa menyelesaikan masalah tersebut, Thomas Tuchel bisa saja membuat The Blues bisa jauh lebih mematikan menggunakan taktik Counter-Pressing untuk meraih hasil di setiap laganya.