Rahasia di Balik Moncernya Pelatih Asal Jerman di Liga Champions
INDOSPORT.COM - Jurgen Klopp, Thomas Tuchel, Hansi Flick, dan Edin Terzic adalah penerus belaka dari para pendahulunya, lalu apa rahasia kehebatan pelatih asal Jerman?
Liga Champions 2020-2021 kian sah menjadi panggungnya pelatih berkebangsaan Jerman. Total empat pelatih asal negara industri tersebut yang ada di perempat final.
Chelsea dan Bayern Munchen menjadi tim terakhir yang lolos ke babak perempatfinal. Kedua tim mampu mengandaskan lawan-lawannya yakni Atletico Madrid dan Lazio.
Keberhasilan Chelsea dan Bayern Munchen melaju ke perempat final Liga Champions 2020-2021 pun membuat lengkap komposisi delapan tim yang ada.
Sebelumnya tim lain seperti PSG, FC Porto, Liverpool, Manchester City, Real Madrid, dan Borussia Dortmund telah memastikan diri lolos.
Ada fakta menarik di balik lolosnya ke delapan tim papan atas ini. Dikutip dari Opta Joe, untuk pertama kalinya di Liga Champions empat pelatih dari satu negara yang sama lolos ke babak perempatfinal.
Dalam rekor ini, pelatih yang dimaksud adalah berasal dari Jerman. Total ada empat pelatih asal Jerman yang akan beradu strategi di babak ini.
Keempat pelatih itu adalah Jurgen Klopp (Liverpool), Hansi Flick (Bayern Munchen), Thomas Tuchel (Chelsea) dan Edin Terzic (Borussia Dortmund).
Liga Champions musim ini seakan mengulang pencapaian musim lalu di mana ada tiga pelatih asal Jerman di semifinal. Tentu dengan fakta tersebut, mudah untuk mengatakan bahwa Liga Champions 2020-2021 kembali sah menjadi panggungnya para pelatih asal Jerman.
Lalu, apa sebenarnya yang menjadi rahasia dari kesuksesan para pelatih Jerman di Eropa musim ini?
Kualitas Pendidikan Kelas Tinggi
Jerman tengah dalam masa keemasannya di era kepelatihan. Saat ini ada banyak pelatih-pelatih muda dengan kemampuan yang mumpuni.
Selain Jurgen Klopp dan Thomas Tuchel, jangan lupakan pula sosok Julian Nagelsmann, pelatih 33 tahun yang sukses meroket membawa RB Leipzig ke semifinal Liga Champions tahun lalu.
Nagelsmann sendiri baru saja berjibaku melawan Klopp sebelum tersingkir di 16 besar Liga Champions musim ini. Jika seandainya Klopp kalah, Jerman tetap saja jadi pemenang karena adanya Julian Nagelsmann di perempatfinal.
Kesuksesan para pelatih Jerman bukanlah kebetulan semata. Sebetulnya, sudah sedari dulu pelatih-pelatih asal Jerman mencuri perhatian.
Dulu ada Felix Magath di Munchen, lalu ada seniornya, Ottmar Hitzfeld dan Otto Rehhagel yang membawa Yunani menjuarai Piala Eropa 2004. Jika menarik ke era 2010-an ada nama Jurgen Klinsmann dan Joachim Loew yang berjaya. Jerman akan dan selalu menghasilkan pelatih-pelatih kelas dunia.
Jurgen Klopp, Thomas Tuchel, Hansi Flick, dan Edin Terzic adalah penerus belaka dari para pendahulunya. Lalu pertanyaannya, bagaimana Jerman bisa menghasilkan pelatih-pelatih kelas dunia di tiap dekadenya?
Satu hal yang pasti, hal ini tak terlepas dari majunya industri sepak bola di Jerman. Bukan cuma klub dan pemain, tetapi mereka juga bisa menghasilkan pelatih-pelatih kelas wahid.
Tidak hanya menjadi pemain sepak bola, untuk menjadi pelatih juga diperlukan kursus dengan kurikulum khusus dengan kualitas pelatihan level tinggi. Di negara Jerman, para pelatih baru diwajibkan untuk mendapatkan lisensi kepelatihan Pro UEFA (atau yang setara dengan itu) untuk bisa melatih di Bundesliga 1, 2, dan 3.
Itu artinya, pelatih klub dari kasta pertama dan ketiga di Jerman bukanlah pelatih abal-abal tanpa lisensi jelas. Dan untuk mendapatkannya, mereka harus mengikuti kualifikasi Fußball-Lehrer atau guru sepak bola.
Para pelatih tersebut pasti pernah mengikuti kualifikasi ini di akademi Hennes-Weisweiler di Cologne. Akademi legendaris ini didirikan dua tahun setelah usai Perang Dunia II.
Salah satu kunci utama adalah ketatnya kualifikasi bagi pelatih profesional di Jerman. Tiap tahun, akademi ini hanya menghasilkan 24-25 orang saja untuk menjadi peserta tes yang ketat.
Para pesertanya pun minimal harus memiliki lisensi lokal, DFB A dan pengalaman satu tahun melatih tim serta menjadi bagian dari klub DFB (Federasi Sepak Bola Jerman).
Pelatihan bukan berlangsung 2 minggu sampai sebulan seperti kebanyakan kursus, melainkan dalam kurun 11 bulan atau hampir satu tahun. Mereka diajarkan semua aspek tentang sepak bola dengan penekanan pada pengaplikasian praktis.
Para peserta masih akan dipantau terus saat menangani klub profesional yang telah dipilih. Mereka mesti delapan kali mengikuti workshop di Cologne dalam semusim.
Kualifikasi ketat, kurikulum sepak bola modern yang kuat pada pengaplikasian praktis, serta pengawasan yang seksama membuat para jebolan akademi ini memiliki kualitas yang di atas rata-rata.
Sebagai gambaran betapa ketatnya pendidikan pelatih sepak bola di Jerman, jika dalam lisensi Pro UEFA dibutuhkan setidaknya 240 jam pelatihan, maka para peserta di akademi Hennes-Weisweilen harus minimal memiliki 800 jam masa pelatihan.
1. Berprestasi Tanpa Modal Tenar
Terungkap bahwa kualitas pelatihan menjadi modal utama bagi pelatih-pelatih berkualitas Jerman di Eropa. Dan hebatnya, ada kesamaan yang cenderung melekat pada pelatih-pelatih asal Jerman.
Mereka cenderung sebagai sosok yang low profile. Para pelatih Jerman tidak sukses karena modal tenar. Mereka lebih suka membuktikan omongan di lapangan hijau.
Ini yang membedakan pelatih-pelatih Jerman dari pelatih asal Inggris, Italia, atau negara Eropa lain yang sering membuat sensasi.
Maka tak heran jika banyak nama-nama pelatih asing dengan tanpa prestasi mencolok muncul ke permukaan.
Joachim Loew misalnya. Sebelum melatih Timnas Jerman, Loew hanya sekali memenangkan trofi DFB Pokal bersama Stuttgart.
Namun, karena kualitas pelatihan yang bagus, Loew memiliki kemampuan setara pelatih beken. Begitu pun dengan Julian Nagelsmann dan Jurgen Klopp di awal kemunculannya.
Prestasi pun pada akhirnya akan mengikuti mereka. Dan Liga Champions tahun 2021 ini kembali menjadi ajang pembuktian kualitas dari pelatih-pelatih asal Jerman.