Perjudian Real Madrid untuk Ancelotti di Tengah Sindrom CLBK yang Tak Selalu Indah
INDOSPORT.COM – Keputusan Real Madrid yang menunjuk Carlo Ancelotti lagi dapat dikatakan sebagai perjudian di tengah sindrom CLBK (Cinta Lama Bersemi Kembali) tak selalu indah.
Setelah ditinggal oleh Zinedine Zidane sebagai pelatih, Real Madrid langsung bergerak cepat mencari sosok pengganti. Berbagai nama sempat masuk dalam daftar kandidat, tapi pada akhirnya Real Madrid memilih Carlo Ancelotti.
Sosok yang pernah mengantarkan Real Madrid meraih La Decima di Liga Champions itu dianggap sangat tepat untuk menangani Los Blancos saat ini. Keputusan Real Madrid sejatinya bisa dipahami dan sangat logis untuk situasi sekarang.
Tapi tahukah kamu kalau CLBK alias kembali ke klub lama untuk periode kedua, tak selalu berjalan indah? Setidaknya dalam 15 tahun terakhir, sudah banyak pelatih yang memutuskan kembali menjalani periode kedua sebagai pelatih malah berjalan tak seindah yang dulu.
Zinedine Zidane
Tak perlu jauh-jauh, ada Zinedine Zidane yang sudah membuktikan kalau CLBK ke klub lama tak selamanya berjalan indah. Zidane tercatat sudah 2 periode melatih Real Madrid pada 2016 hingga 2018 dan 2019 sampai 2021.
Di periode pertama, Zidane menikmati bulan madu dengan Real Madrid dimana 3 gelar Liga Champions berhasil diborong ke Santiago Bernabeu. Namun sindrom CLBK tak selalu indah pun menjangkiti Zidane di mana pada periode kedunya, Real Madrid gagal juara Liga Champions.
Tidak adanya Cristiano Ronaldo dan performa sejumlah pemain di lini tengah yang menurun akibat tergerus usia menjadi penyebab periode kedua Zidane di Real Madrid tak seindah sebelumnya. Zidane adalah contoh nyata kalau kembali ke klub lama tak selalu berjalan indah.
1. Jose Mourinho
Bergeser sedikit ke Inggris, dimana Jose Mourinho juga pernah melatih Chelsea dalam 2 periode. Di periode pertamanya (2004 sampai 2007), Jose Mourinho berhasil membawa Chelsea juara Liga Inggris sampai 2 kali dan Piala FA.
Cerita berbeda hadir ketika Mourinho kembali melatih pada 2013 hingga 2015, Chelsea hanya bisa juara sekali Liga Inggris saja. Perseteruannya dengan dokter Eva Caneiro memicu konflik Mourinho dengan para pemain Chelsea.
Hingga pada akhirnya Mourinho kehilangan kepercayaan dari para pemain Chelsea di ruang ganti. Pada akhirnya periode kedua Mourinho melatih Chelsea tak lebih baik dari kesempatan pertamanya dulu.
Roberto Mancini
Roberto Mancini juga pernah merasakan sindrom CLBK itu tak selamanya indah di mana ia pernah melatih Inter Milan dalam 2 periode yaitu 2004 hingga 2008 dan 2014 sampai 2016. Pada periode pertama, Mancini meraih sukses bersama dengan Inter Milan.
Dimana, Mancini berhasil mengantarkan Inter Milan juara 3 kali Serie A Italia, 2 kali Coppa Italia dan 2 Supercoppa Italiana. Sedangkan di periode keduanya, Inter Milan asuhan Mancini tak meraih gelar apapun.
Jupp Heynckes
Cerita lebih unik dialami oleh Jupp Heynckes dimana ia pernah menjadi pelatih tetap di Bayern Munchen dalam 3 periode. Heynckes tercatat pernah melatih Bayern Munchen di tahun 1987-1991, 2011-2013 dan 2017-2018.
Dari periode pertama, Heynckes berhasil bawa Bayern Munchen juara di kompetisi domestik. Pada saat periode kedua, Heynckes malah mampu membawa Bayern Munchen treble winners dengan mengambil trofi Liga Champions juga.
Namun sayang di periode ketiga, Heynckes kembali hanya mampu menang di domestik saja. Perjalanan Heynckes terbilang unik karena sukses di periode kedua tapi di periode ketiga tak terlalu istimewa.
David Moyes
Dari kasus Heycnkes, kita sudah bisa belajar kalau CLBK ke klub lama juga tak selalu berakhir buruk meski memang periode ketiganya berjalan biasa saja. Satu lagi contoh, CLBK bisa berjalan baik yaitu yang dialami oleh David Moyes di West Ham United.
Moyes diketahui menangani West Ham United pada 2017 hingga 2018, baru kemudian dilanjutkan pada 2019 hingga 2022 nanti. Setelah mengalami hasil kurang menyenangkan di periode pertama, Moyes memperbaiki hasil pada periode kedua dengan membawa West Ham lolos Liga Europa musim depan.
Kesimpulannya, CLBK tak selalu berjalan indah tapi juga bukan berarti sudah pasti gagal bagi seorang pelatih. Apa yang dilakukan Real Madrid dengan menunjuk Carlo Ancelotti adalah sebuah perjudian, tapi jangan lupa ada kemungkinan akhirnya malah buruk seperti yang dialami Mancini, Mourinho hingga Zidane.