Napak Tilas Piala AFF 1996: Thailand Berjaya, Timnas Indonesia Ambruk di Semifinal
INDOSPORT.COM – Mengenang kembali perjalanan pertama Indonesia di Piala AFF 1996 atau edisi pertama yang terhenti di semifinal dan Thailand yang berhasil menjadi juara.
Piala AFF akan segera bergulir. Edisi 2020 kali ini akan menjadi edisi ke-13 dan akan digelar di Singapura sejak 5 Desember 2021 hingga 1 Januari 2022.
Indonesia untuk ke-13 kalinya akan berpartisipasi di ajang bergengsi se Asia Tenggara ini. Dalam 12 edisi sebelumnya, skuat Garuda belum pernah meraih gelar juara.
Pencapaian terbaik Indonesia hanyalah menjadi Runner Up sebanyak 5 kali. Catatan ini terbilang miris mengingat negara lainnya seperti Thailand telah menjadi kampiun sebanyak 5 kali dan Singapura menjadi pemenang sebanyak 4 kali.
Perjalanan Indonesia pun tak selamanya mulus di ajang ini. Sebagai negara terbesar di Asia Tenggara, tim Merah Putih pernah harus terhenti di babak grup sebanyak empat kali.
Sisanya, langkah Timnas Indonesia banyak terhenti di babak semifinal, baik itu dengan merebut juara ketiga atau meraih peringkat keempat.
Langkah Indonesia terhenti di semifinal pun telah terjadi sejak edisi awal Piala AFF 1996 atau masih bernama Piala Tiger yang merupakan edisi pertama ajang ini.
Saat itu, Indonesia yang diperkuat nama-nama besar seperti Widodo C Putro, Fakhri Husaini, Kurniawan Dwi Yulianto, Robby Darwis, Eri Irianto, dan Peri Sandria tumbang di semifinal dari Malaysia dengan skor 1-3.
Kegagalan itu juga dibarengi dengan kegagalan merebut juara ketiga. Dalam perebutan juara ketiga, Indonesia takluk dari Vietnam dengan skor 2-3.
Kegagalan Indonesia di Piala AFF 1996 nyatanya menjadi tonggak sejarah bagi Thailand yang berhasil menjadi pemenang di edisi pertama ajang dua tahunan itu.
1. Melempemnya Indonesia, Bersinarnya Thailand
Kegagalan Indonesia di Piala AFF 1996 dibarengi dengan kritikan tajam akan buruknya pertahanan skuat Garuda di bawah arahan Danurwindo.
Sejak babak grup hingga perebutan tempat ketiga, Indonesia kebobolan total 9 gol dari 6 laga. Namun, buruknya lini pertahanan ini mampu ditutupi dengan ketajaman para penyerangnya yang mencetak 18 gol atau rata-rata 3 gol per laga.
Namun tetap saja generasi emas Indonesia yang saat itu dihuni jebolan Primavera, belum bisa bersaing dengan negara-negara lainnya.
Kegagalan bersaing Indonesia ini disebutkan karena beragam faktor. Pertama adalah kepergian Kurnia Sandy ke Sampdoria yang mengganggu persiapan tim nasional.
Selain itu, pemilihan pemain juga terkesan salah seperti masuknya Eko Purdjianto ke dalam skuat padahal hampir setahun tak bermain karena cedera.
Lalu duet Kurniawan Dwi Yulianto dan Peri Sandria yang belum menggigit serta kegagapan pemain menerapkan taktik Danurwindo di atas lapangan.
Timnas Indonesia beraroma Italia ini pun alhasil mentok sampai semifinal. Di sisi lain, Thailand yang dihuni banyak pemain legendaris seperti Worrawoot Srimaka, Surachai Jaturapattarapong, dan Kiatisuk ‘Zico’ Senamuang.
Sejak awal, Thailand dijagokan menjadi juara denga materi tersebut. Di babak grup saja, Gajah Perang mampu menjadi pemuncak klasemen grup B denga tiga kemenangan dan satu hasil imbang dengan mencetak 13 gol dan kebobolan 1 gol saja.
Di babak semifinal, Thailand dengan mudah menggulung Vietnam dengan skor 4-2 dan melangkah ke final di mana di partai puncak Gajah Perang mengalahkan Malaysia dengan skor tipis 1-0.
Gelar juara ini pun dibarengi dengan penghargaan top skor yang didaat penyerangnya, Netipong Sritong-in yang mencetak 7 gol.
Keberhasilan ini juga menjadi tonggak masa keemasan Thailand di Asia Tenggara, di mana Thailand berhasil meraih gelar juara selanjutnya di tahun 2000, 2002, 2014, dan 2016.