Timnas Komoro: Miniatur Prancis yang Cetak Keajaiban di Piala Afrika 2021
INDOSPORT.COM – Piala Afrika 2021 banyak menghadirkan kejutan. Salah satunya adalah kehadiran Komoro sebagai kontestan yang baru pertama kali berpartisipasi.
Komoro menjadi debutan di ajang Piala Afrika 2021. Belum lama ini, negara yang terletak di penghujung utara Selat Mozambik itu menjalankan pertandingan perdananya di ajang dua tahunan itu.
Komoro mengawali debutnya di Piala Afrika 2021 dengan kekalahan tipis dari Gabon dengan skor 0-1, Selasa (11/01/22). Kekalahan tipis ini menggambarkan kegigihan tim berjuluk Coelachants tersebut.
Komoro hadir di Piala Afrika 2021 penuh perjuangan. Dibandingkan negara benua hitam lainnya, Coelachants hanyalah butiran debu.
Bagaimana tidak? Komoro menjadi negara dengan populasi terkecil keenam di Afrika yakni dengan 850 ribu penduduk saja. Apalagi tak banyak pesepak bola yang lahir dari negara tersebut.
Jika melihat pembagian babak grup Piala Afrika 2021, Komoro berada di grup neraka yakni bersama negara-negara raksasa seperti Gabon, Maroko dan Ghana.
Meski demikian, Komoro datang ke Kamerun bukan untuk sebagai pelengkap, melainkan menorehkan tinta emas sepanjang berdirinya tim nasional negara tersebut.
Lantas, seperti apa kisah Komoro yang mampu menembus Piala Afrika 2021 kendati menjadi negara terkecil keenam di benua hitam secara populasi? Berikut rangkumannya.
1. Bermodalkan Pemain dan Pelatih Keturunan di Piala Afrika 2021
Pelatih tim nasional Komoro, Amir Abdou membeberkan kunci keberhasilan timnya bisa melenggang ke Piala Afrika 2021 dengan muda. Menurutnya, ada dua kunci utama yakni permainan yang minimalis dan nuansa kekeluargaan di tubuh tim.
“Saya tak ingin mengatakan tim yang saya asuh bermain defensif atau ofensif. Saya beradaptasi dengan lawan yang saya hadapi,” tutur Amir Abdou dikutip dari laman DW.
Sebagai informasi, saat Kualifikasi Piala Afrika 2021, Komoro tergabung di grup G bersama Mesir, Kenya, dan Togo. Jika dilihat dari pembagiannya dan nama besar, seharusnya Mesir dan Togo yang lolos.
Namun Komoro mampu membalikkan persepsi tersebut dengan meraih dua kemenangan dan tiga hasil imbang. Permainan minimalis pun ditunjukkan dengan hanya mencetak empat gol dan kebobolan enam gol dalam enam laga.
Hal tersebut membuat Komoro lolos ke putaran final Piala Afrika 2021 untuk pertama kalinya dan menemani Mesir lolos dari grup G.
Ada satu hal menarik dari tim nasional Komoro. Dengan populasi 850 ribu jiwa, tim Coelacanths tentu kesulitan menemukan bakat terbaik untuk Piala Afrika 2021.
Untuk mengakalinya, Komoro pun memanggil para pemain keturunan. Untuk Piala Afrika 2021 ini, dari 26 pemain yang dibawa, hanya ada satu saja pemain yang lahir di Komoro yakni Abdallah Ali Mohammed.
Sedangkan 25 pemain lainnya lahir di luar Komoro atau pemain keturunan, dengan rincian 22 pemain lahir di Prancis dan tiga pemain lainnya lahir di Mayotte, wilayah Prancis di timur Afrika.
Banyak dihuni pemain keturunan membuat Komoro memiliki pemain yang punya level tinggi. Salah satunya adalah Said Bakari yang tercatat membela klub Belanda, RKC Waalwijk.
Bahkan, pelatih Komoro sendiri adalah keturunan. Amir Abdou sang pelatih, lahir di Prancis dan punya keturunan Komoro.
Geliat sepak bola di Komoro sendiri membuat FIFA bergerak. Sejak 2005, FIFA menggelontorkan dana hingga 1,3 juta dolar (Rp18 miliar) per tahunnya untuk pengembangan sepak bola.
Tak cukup sampai di situ, FIFA juga menggelontorkan dana 11,4 juta dolar (Rp163 miliar) untuk membuat gedung administrasi baru.
Dengan kondisi ‘seadanya’ dan tubuh tim yang tak punya nama besar di dunia sepak bola, Komoro tetap tak gentar menghadapi Piala Afrika 2021.
“Dengan segala rasa hormat, kami (Komoro) tak takut dengan siapapun. Kami berhasil menembus turnamen ini, yang artinya kami juga hebat,” ujar Said Bakari.
Komoro sendiri akan melanjutkan kiprahnya di Piala Afrika 2021 dengan menghadapi Maroko (14/01/22) dan Ghana (19/01/22).
Komoro mau tak mau harus terhindar dari kekalahan di dua laga lanjutan atau meraih setidaknya satu kemenangan demi meneruskan mimpinya di Piala Afrika 2021.