Regulasi Pasal 3 yang Membuat PSSI Seolah 'Cuci Tangan' atas Tragedi Kanjuruhan
INDOSPORT.COM - Pernyataan Ketua Umum PSSI, Mochamad Iriawan, alias Iwan Bule sempat menuai berbagai kontroversi dalam menyikapi terjadinya tragedi Kanjuruhan di Malang.
Mochamad Iriawan sebelumnya sempat menyatakan bahwa tragedi Kanjuruhan yang merenggut ratusan korban jiwa murni menjadi tanggung jawab panitia pelaksana (panpel) laga Arema FC vs Persebaya Surabaya.
Dalam hal ini tentu saja adalah Panpel Arema FC. Bahkan, Abdul Haris selaku ketua dan Suko Sutrisno (Security Officer) sudah dijerat sanksi berat dari aspek football family dan pidana.
Dua figur Arema FC itu dijatuhi sanksi Komite Disiplin PSSI berupa larangan beraktivitas di dunia sepak bola seumur hidup.
Namun tetap saja, Arema FC merupakan klub anggota PSSI. Dan seharusnya, federasi sepak bola di Indonesia itu menunjukkan sikap tanggung jawab atas tragedi tersebut.
Namun kenyataannya, PSSI justru seolah "cuci tangan". PSSI "berlindung" di balik regulasi tentang keselamatan dan keamanan yang diterbitkan pada 2021.
Tanggung jawab yang dibebankan kepada panpel tertuang pada Pasal 3 Ayat ke-1. Kewajiban yang mesti ditanggung secara mutlak oleh panpel berada di poin a dan b.
"Memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh PSSI melalui peraturan ini dan juga semua peraturan, arahan, pedoman dan surat edaran PSSI yang terkait lainnya. Mematuhi semua hukum yang berlaku," bunyi dua poin tersebut.
Poin inilah yang membuat Abdul Haris beserta Suko Sutrisno dinilai bertanggung jawab penuh karena dianggap lalai dalam menjalankan tugas.
Tak cuma sanksi di sepak bola, keduanya juga dijerat hukuman pidana. Yakni dengan sankaan Pasal 359 dan 360 KUHP terkait kelalaian yang menyebabkan orang terluka dan mati.
1. Poin Cuci Tangan
Sebelumnya, Ketua Umum PSSI Mochamad Iriawan sempat berujar bahwa terjadinya Tragedi Kanjuruhan tidak ada kaitannya dengan federasi, lantaran sudah diatur dalam regulasi.
Regulasi yang dimaksud adalah tentang keselamatan dan keamanan yang diterbitkan pada 2021, tepatnya pada Pasal 3 ayat 1 poin d.
"Panpel menjamin, membebaskan dan melepaskan PSSI (beserta para petugasnya) dari segala tuntutan oleh pihak manapun dan menyatakan bahwa panpel bertanggung jawab sepenuhnya terhadap kecelakaan, kerusakan dan kerugian lain yang mungkin timbul berkaitan dengan pelaksanaan peraturan ini," bunyi tersebut.
Iwan Bule juga menilai bahwa memilih opsi mundur bukan sebagai bentuk tanggung jawabnya sebagai pemimpin federasi.
Hal itu secara diungkapkan Mochamad Iriawan ketika mendampingi Arema FC mengunjungi rumah duka di Malang pada Selasa (04/10/22) lalu.
"Tanggung jawab saya adalah sekarang. Kalau tidak tanggung jawab, ya sekarang saya masih di Jakarta," ucapnya.
2. Temuan Baru Tim TGIPF
Satu fakta kembali dikuak oleh Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) Tragedi Kanjuruhan saat pertandingan Liga 1 antara Arema FC vs Persebaya Surabaya.
Di mana disimpulkan bahwa memang stadion yang menjadi markas klub Liga 1, Arema FC itu tidak layak menggelar laga dengan level High Risk.
Namun, untuk laga dengan tensi biasa, Stadion Kanjuruhan masih layak. Hal ini disampaikan oleh anggota TGIPF, Nugroho Setiawan.
Menurut Nugroho, untuk menggelar pertandingan dengan risiko tinggi diperlukan perhitungan terukur. Salah satunya berkaitan dengan cara mengeluarkan penonton jika terjadi keadaan darurat.
"Kesimpulannya sementara bahwa stadion ini tidak layak untuk menggelar pertandingan high risk match," kata anggota TGIPF, Nugroho Setiawan dalam sebuah video yang diunggah akun Youtube Kemenko Polhukam pada Minggu (09/10/22).