Menelusuri Sejarah Pahit Manchester United Ketika Terdegradasi dari Kasta Tertinggi Liga Inggris
INDOSPORT. COM - Manchester United adalah klub tersukses di Liga Inggris. Walau beberapa tahun terakhir prestasi mereka mengalami penurunan, faktanya Setan Merah telah mengoleksi 20 gelar juara Liga Inggris.
Tak ada satupun tim Liga Inggris lainnya yang mampu menyamai perolehan trofi Setan Merah. Jumlah piala Man United masih jadi yang terbanyak sampai sekarang.
Momen-momen indah yang mungkin paling diingat para pendukung Man United dewasa ini adalah eksistensi tim sepanjang dibesut Sir Alex Ferguson. Utamanya sejak Liga Inggris berganti format jadi Premier League, publik Old Trafford begitu bergembira.
Man United diisi pemain-pemain bintang yang kini dianggap jadi legenda klub, seperti Eric Cantona, David Beckham, Cristiano Ronaldo, Ryan Giggs, Paul Scholes, Roy Keane, Wayne Rooney, dan lain sebagainya. Setan Merah pun berhasil mendulang 13 trofi juara liga dan tak sekalipun masuk ke jurang degradasi.
Namun, harus diakui bahwa sepeninggal Ferguson yang pensiun melatih pasca menjuarai Premier League 2012/13, keceriaan Man United terbilang padam drastis. Tim belum pernah menjuarai Premier League lagi.
Sejumlah pelatih hebat, seperti Louis van Gaal dan Jose Mourinho, sudah mencoba meneruskan apa yang dilakukan Man United zaman Ferguson dulu, tapi ujungnya tetap saja menemui kata kegagalan.
Sebenarnya wajar kalau ada di antara kalian para fans Man United yang merasa malu atas kemerosotan prestasi tim idola kalian itu. Namun ada baiknya sifat bersyukur selalu diutamakan.
Setidaknya kalian tetap dapat melihat Man United eksis di pentas Premier League. Kalian lebih beruntung dibanding fans Man United yang sudah mendukung klub pada musim 1973/74 dan 1974/75 silam.
Percayalah, kala itu nasib Man United amat mengenaskan, dan kalian pasti tak akan kuat menanggung kepedihan. Periode suram tiba-tiba terjadi menimpa Manchester United yang menerima nasib pahit terdegradasi dari kasta tertinggi Liga Inggris.
1. Terdegradasi ke Kasta Kedua
Terdegradasi dari kasta tertinggi Liga Inggris sebenarnya bukanlah hal asing dalam sejarah Manchester United. Musim pertama menerima undangan FA mengikuti divisi pertama Liga Inggris (kala itu masih bernama Football League) 1892/93, Manchester United mendiami posisi juru kunci sekaligus terlempar ke divisi dua.
Nasib serupa kembali terjadi musim 1930/31, Setan Merah finis di dasar klasemen dan terdegradasi bersama Leeds United. Namun dua pengalaman pahit tadi agaknya masih dapat dimaklumi oleh siapapun. Kekuatan Manchester United belum stabil betul karena tim baru awal-awal berdiri.
Beda cerita dengan kisah degradasi Manchester United pada musim 1973/74. Publik benar-benar terkejut atas nestapa yang datangnya begitu tiba-tiba.
Tidak ada yang menduga kalau The Red Devils sampai sehancur itu. Pasalnya, sebelum momen kejatuhan tiba, identitas Manchester United sebagai klub tangguh Liga Inggris maupun Eropa sejatinya sudah terbentuk.
Pasca duka mendalam akibat insiden kecelakaan pesawat yang menewaskan sejumlah pemain Manchester United, atau Tragedi Munich 1958, Sir Mat Busby selaku pelatih, pelan-pelan mulai membangun kekuatan tim dari nol.
Memasuki era 1960-an, Busby merekrut sejumlah pemain muda bertalenta hebat, seperti Denis Law, Pat Crerand, dan George Best. Busby juga mematangkan peran pemain jebolan akademi, Sir Bobby Charlton.
Polesan Busby yang sedang berupaya membangkitkan Manchester United, pertama-tama menghasilkan gelar juara ajang Piala FA 1962/63. Kecemerlangan tangan dingin Busby berlanjut kepada dua trofi Liga Inggris musim 1964/65 dan 1966/67.
Bahkan “Busby Babes” sanggup pula meraih prestasi lebih manis. Mereka mampu menutup musim 1967/68 dengan gelar Liga Champions, mengalahkan Benfica 4-1 di laga puncak.
Waktu berganti, Busby memutuskan pergi usai merampungkan musim 1970/71 yang mana Manchester United finis di posisi delapan. Peran Busby kemudian digantikan oleh Frank O’Farrell pada Juni 1971.
Sepanjang berjalannya musim 1971/72, racikan taktik Frank O’Farrell dalam menukangi tim kurang berjalan mulus dan MU lagi-lagi harus mengakhiri musim di peringkat delapan.
Memasuki musim 1972/73, kinerja skuat asuhan Frank O’Farrell lebih buruk lagi. Bayangkan, sembilan pekan awal dilalui MU tanpa sekalipun bisa meraih kemenangan. Tak heran kalau pada Desember 1972, Frank O’Farrell didepak dan digantikan oleh Tommy Docherty.
Sisa musim 1972/73, Tommy Docherty berjuang menyelamatkan Setan Merah dari jurang maut degradasi. Meski dua pekan terakhir secara beruntun dikalahkan Sheffield United dan Chelsea, Tommy Docherty beruntung dapat membuat Manchester United finis di posisi 18 dari 22 peserta, alias cuma tiga tingkat di atas zona degradasi.
Musim 1973/74, Manchester United kehilangan dua bintang besarnya, Denis Law dan Sir Bobby Charlton yang hijrah ke klub lain. Tersisa George Best saja yang ternyata terlibat konflik internal dengan Tommy Docherty. Situasi demikian tentu menyulitkan langkah Manchester United untuk bersaing dengan klub-klub lain di Liga Inggris.
Sejak awal musim, pertanda kehancuran Setan Merah telah terasa. Laga pembuka Liga Inggris 1973/74, MU dibantai rivalnya, Arsenal, 0-3. Sempat dua kali menang dalam laga pekan ke-2 dan pekan ke-3, Man United kembali menderita menelan tiga kekalahan beruntun.
Sedari pekan ke-20 sampai ke-26, Man United hanya menempati peringkat 19, satu tingkat di atas zona degradasi. Begitu memainkan laga pekan ke-27 kontra Conventry City, skuat Tommy Docherty malah takluk 0-1 dan langsung merosot ke urutan 21.
Tommy Docherty berjuang mati-matian mengeluarkan Setan Merah dari jeratan papan bawah. Namun dewi fortuna tidak datang lagi, kali ini Tommy Docherty harus mendapati klub asuhnya mengakhiri musim di peringkat 21 sekaligus terdegradasi.
Menariknya, laga pekan terakhir Man United kala itu bersua tim tetangga, Manchester City. Bermain di Old Trafford, kandang sendiri, Man United dibuat malu lantaran kalah 0-1. Gol tunggal kemenangan The Citizen dicetak eks bintang Man United, Denis Law.
Sungguh momen terdegradasi yang menyakitkan. Selain terjadi beberapa tahun pasca era keemasan “Busby Babes”, kiprah buruk tim juga dinodai oleh Denis Law yang ternyata mengaku frustasi karena golnya menambah penderitaan Manchester United.
2. Promosi Lagi ke Kasta Tertinggi
Manchester United menerima kenyataan pahit terdegradasi dari kasta tertinggi Liga Inggris pada musim 1973/74. Kiprah Setan Merah untuk musim 1974/75 pun harus dilalui di kompetisi divisi kedua.
Kursi kepelatihan tim masih dipegang Tommy Docherty. Sang juru taktik sadar betul bahwa kehancuran ini sebagian besar akibat kesalahannya. Berjiwa besar, Tommy Docherty enggan larut dalam rasa depresi dan bertekad mengembalikan Man United ke kasta tertinggi.
Niat Tommy Docherty disertai kesungguhan anak asuhnya yang sudah minim sekali bintang. Mungkin MU terlalu kuat untuk ukuran divisi dua, sebab mereka tiada tandingan.
Man United langsung mampu mengakhiri musim divisi dua Liga Inggris 1974/75 dengan menempati peringkat satu, meraih gelar juara, dan berhak promosi lagi menuju divisi satu musim berikutnya.
Baru dua musim pasca promosi, Tommy Docherty sukses memberikan gelar juara Piala FA 1976/77. Manisnya, MU mengalahkan Liverpool 2-1 di laga final.
Setelahnya, tak ada hal-hal spesial lagi yang menghampiri Man United sebelum Sir Alex Ferguson datang melatih pada 1986. Man United terus kesulitan menjuarai Liga Inggris.
Prestasi hanya bisa ditorehkan MU lewat gelaran Piala FA yang mana dua trofi bisa diangkat lagi pada musim 1982/83 dan 1984/85.