Mengurai Benang Kusut Juventus, Petinggi 'Kabur Massal' hingga Kasus Kebohongan Ronaldo
INDOSPORT.COM – Mengurai benang kusut yang ada di Juventus belakangan ini, dari petinggi klub yang ‘kabur massal’ hingga kasus kebohongan Cristiano Ronaldo.
Jagat sepak bola dibuat heboh dengan kabar yang datang dari Juventus, yakni dari kubu internal klub Liga Italia (Serie A) tersebut.
Kabar ini lahir dari seiring mundurnya dua petinggi Juventus, yakni sang Andrea Agnelli selaku CEO dan Pavel Nedved selaku Wakil Ketua klub berjuluk Bianconeri tersebut.
Kemunduran keduanya terkesan mendadak. Disebutkan alasan terbesar keduanya mundur dari klub asal Turin itu karena tak adanya lagi persatuan yang terlihat di tubuh manajemen.
Namun kemunduran keduanya membuka beberapa masalah lama yang ternyata telah menggerogoti Juventus sejak dahulu.
Hal ini terungkap dari beredarnya laporan bahwa Jaksa Penuntut Turin melakukan penyelidikan terkait transfer mencurigakan dengan nilai digelembungkan demi mendapat keuntungan.
Penyelidikan ini dilakukan terkait aktivitas transfer Juventus yang dilakukan Agnelli dan Nedved sepanjang tahun 2018, 2019, dan 2020.
Salah satu penyelewengan transfer ini terjadi pada saat Juventus memboyong Dejan Kulusevski dari Atalanta pada Januari 2020, di mana dalam transfer ini, Bianconeri meminta Atalanta memboyong pemainnya.
Dilansir dari Fotball Italia, Juventus yang membeli Kulusevski dari Atalanta dengan mahar 35 juta euro plus bonus 9 juta euro, meminta Atalanta memboyong pemainnya, Simone Muratore dengan harga 7 juta euro.
Tak hanya persoalan transfer, masalah di kubu Juventus juga berlanjut pada penyelidikan Jaksa Penuntut Turin terhadap gaji yang dibayarkan Bianconeri pada para pemain saat pandemi Covid-19 2020 lalu yang berbuah kebohongan seorang Cristiano Ronaldo.
1. Pemotongan Gaji dan Kebohongan Cristiano Ronaldo
Jaksa Penuntut Turin juga menyelidiki skema gaji yang diberikan Juventus kepada para pemainnya selama pandemic Covid-19 pada 2020 hingga 2021 lalu.
Sebagaimana diketahui, saat pandemi Covid-19 menyerang berbagai belahan dunia, sepak bola Italia menerapkan skema pemotongan gaji untuk klub-klubnya.
Hal ini dikarenakan saat itu kompetisi berjalan tanpa penonton, sehingga setiap klub, termasuk Juventus, kehilangan pendapatan utamanya dari tiket.
Dalam penyelidikannya, Jaksa Penuntut Turin memiliki indikasi bahwa Juventus melanggar aturan pemotongan gaji dengan metode di bawah tangan alias pribadi lewat skema bonus.
Hal ini bertentangan dengan pernyataan Juventus yang mengaku telah menangguhkan gaji para pemainnya selama Covid-19.
Parahnya, metode yang dipakai Juventus itu tak dilaporkan kepada Federasi Sepak Bola Italia (FIGC) demi mengakali laporan keuangannya.
Salah satu pemain yang berani buka suara terkait masalah pemotongan gaji di Juventus itu adalah mantan pemainnya sendiri, yakni Cristiano Ronaldo.
Baru-baru ini, Cristiano Ronaldo menagih kesepakatannya dengan zJuventus berupa bonus senilai 19,9 juta euro (Rp325 miliar) agar dirinya bertahan di saat pandemi Covid-19.
Namun dokumen pendukung yang diberikan Cristiano Ronaldo untuk menagih pembayaran ini mendapat penolakan dari Jaksa Penuntu Turin.
Dalam laporan Calciomercato, tiga dokumen pendukung ini tidak kuat di mata hukum. Salah satu alasannya karena Juventus tak melaporkan perihal kesepakatan pribadi ini ke FIGC.
Tak ayal, Cristiano Ronaldo dianggap telah berbohong demi mendapat keuntungan pribadi atas kondisi yang tengah menimpa Juventus.
Namun, dokumen pendukung ini ternyata membuka babak baru terkait masalah di kubu Juventus. Apalagi dengan skema transfer Cristiano Ronaldo ke Manchester United pada 2021 lalu.
Dengan segudang masalah ini, Juventus bak berada di tepi jurang. Masalah demi masalah ini bisa saja menjerumuskan Juventus ke lubang kehancuran, lebih parah dari skandal Calciopoli pada 2006 silam.