Dari Skandal Plusvalenza Hingga Doping di Final Liga Champions, 5 Alasan Juventus Punya Banyak Hater
INDOSPORT.COM - Reputasi Juventus kembali tercoreng setelah sang raksasa Liga Italia terjerat dalam skandal plusvalenza.
Usai terbukti bersalah dalam hal penggelembungan sejumlah nilai transfer, I Bianconeri dijatuhi hukuman yang sangat berat oleh pengadilan FIGC (federasi sepakbola Italia).
Tidak tanggung-tanggung, Juventus harus rela dilucuti 15 poin dari perolehan 37 angka mereka sejauh ini di 2022/2023.
Fans mereka jelas berang karena merasa FIGC coba melakukan sabotase pada Massimiliano Allegri dan awaknya dan bahkan para petinggi klub sampai harus mundur. Kendati demikian banyak juga yang merayakan musibah mereka terutama pendukung rival.
Mereka yang senang dengan penderitaan Juventus merasa jika Nyonya Tua memang pantas menerimanya karena karma. Sudah terlalu sering mereka diuntungkan karena dugaan kecurangan dan lain sebagainya.
Apa sajakah skandal dan peristiwa yang membuat Juventus begitu banyak memiliki pembenci? Berikut ulasannya.
1. Dianulirnya Gol Muntari untuk AC Milan (2012)
Juventus sejak lama kerap dituding bisa sukses di Liga Italia karena bantuan dari wasit. Rentetan keputusan kontroversial dari korps baju hitam yang menguntungkan mereka adalah sebabnya dan salah satu yang paling krusial hadir di laga vs AC Milan musim 2011/2012.
Kedua tim saat itu adalah kandidat terkuat juara dan duel di San Siro bisa menjadi penentu peraih scudetto nanti. I Rossoneri selaku juara bertaan dapat unggul lebih dulu lewat gol Antonio Nocerino.
Tidak lama setelah mendapatkan gol pembuka Milan lagi-lagi menjebol gawang Gianluigi Buffon via tandukan Sulley Muntari namun wasit menganulir lesakan tersebut usai sang kiper menepis dapat menangkap bola kembali.
Tayangan ulang menunjukkan jika si kulit bundar sudah jauh melewati garis gawang namun ketiadaan VAR kala itu membuat gol sah Milan tetap dicoret. Luka tuan rumah kian digarami usai Juventus bisa memaksakan hasil imbang 1-1 berkat gol telat Alessandro Matri.
Di akhir musim Juventus keluar sebagai kampiun tanpa sekalipun mengalami kekalahan dan ini adalah titel Liga Italia pertama mereka sejak kembali dari Serie B lima tahun sebelumnya. AC Milan harus puas dengan predikat runner-up.
1. 2. Penggunaat Zat Terlarang di Final Liga Champions (1996)
Rapor merah perilaku Juventus tidak hanya berlaku di Liga Italia namun juga Liga Champions. Satu yang terbukti adalah di final edisi 1996 dengan Ajax Amsterdam sebagai lawan.
Laga yang dihelat di Stadio Olimpico Roma tersebut berlangsung sengit dan harus dilanjutkan hingga babak adu penalti karena skor imbang 1-1 bertahan sampai 120 menit.
Juventus kemudian memenangi adu tos-tosan dengan skor 2-4 namun Ajax merasa kekalahan mereka tidak wajar. Kubu Belanda mengklaim jika daya tahan stamina lawan di luar batas normal sehingga menuding penggunaan doping alias zat peningkat performa.
Kecurigaan De Godenzonen baru terbukti pada 2004 setelah Riccardo Agricola selaku dokter tim La Vecchia Signora dijebloskan ke balik jeruji karena terbukti memasok doping untuk pemain yang jadi pasiennya dalam kurun 1994 hinga 1998.
Ajax berhak marah karena Juventus telah merebut kesempatan mereka menjuarai Liga Champions dua musim beruntun. Lebih parahnya, sampai kini kesempatan untuk mengangkat trofi kuping besar belum pernah mereka dapatkan lagi.
3. Dugaan Sabotase Titel AS Roma (1981)
Seperti yang sudah dijelaskan di awal, sebenarnya banyak sekali rumor gelap sola Juventus mendapatkan bantuan dari ofisial Liga Italia untuk menjegal lawan-lawannya.
Tim yang bersaing dengan Nyonya Tua pasti kemungkinan besar akan ketiban sial di laga-laga krusial seperti yang dirasakan oleh Torino (1972), Fiorentina (1982), atau Inter Milan (1998). Bukan hanya AC Milan saja yang pernah menjadi korban.
AS Roma pun sempat terkangkang karena keputusan penuh perdebatan saat coba melawan Juventus di Liga Italia musim 1980/1981. Hingga kini kontroversi terkait musim tersebut terkadang masih memancing diskusi panas.
Semua karena dianulirnya gol Maurizio Turone yang harusnya bisa memenangkan I Lupi atas si empunya Olimpico Turin karena alasan offside meski wasit Paolo Bergamo diklaim tidak punya sudut pandang yang pas.
Laga berakhir imbang tanpa gol dan dua pekan kemudian Juventus diberi predikat scudetto dan Roma mengekor tepat di belakangnya. Analisa video sudah sering dibawa pada masalah ini namun kualitas gambar yang masih belum terlalu baik justru semakin memperkeruh kontroversi.
2. 4. Skandal Calciopoli (2006)
2005/2006 akan selalu dikenang sebagai musim paling kelam bagi Liga Italia usai terbukanya kasus suap dan pengaturan skor yang melibatkan Juventus dan sejumlah kesebelasan lain.
Petinggi I Bianconeri, Luciano Moggi, dianggap sebagai dalang dalam kejahatan yang sangat terstrukur ini. Hukuman yang harus diterima oleh klub tidak main-main besarnya.
Tidak cuma kehilangan titel Liga Italia 2005/2006 saja, namun Juventus juga dianggap tidak berhak mengklaim trofi musim sebelumnya. Tidak berhenti sampai di situ, pada 2006/2007 mereka pun harus tampil di kasta kedua dengan pengurangan poin plus denda sejumlah 75.000 Euro.
Nyaris dua dekade setelah kasus yang dinamai calciopoli tersebut, Juventus sudah kembali menjadi tim papan atas dengan gelimang prestasi namun tidak dengan reputasi mereka.
Kini cap sebagai tim yang gemar curang semakin tertempel dan hasilnya tiap ada kontroversi baru di dalam maupun luar lapangan tidak sedikit yang langsung menuding jika Juventus memang bersalah.
5. Skandal Plusvalenza (2022)
Banyak yang kaget ketika sejumlah eksekutif Juventus seperti Andrea Agnelli (presiden) juga Pavel Nedved (wakil presiden) mengundurkan diri dari posisi masing-masing pada penghujung 2022 lalu.
Rupanya hal ini disebabkan oleh investigasi yang dilakukan oleh federasi sepakbola Italia pada riwayat janggal transfer klub dimana ditemukan penggelembungan harga pemain di puluhan transaksi.
Pengadilan kemudian memutuskan jika Juventus memang bersalah dan sebagai hukumannya 15 poin mereka dari musim 2022/2023 yang kini masih berlangsung dihapuskan.
Leonardo Bonucci cs yang semula menjadi penantang gelar kini tiba-tiba menjadi tim papan tengah dalam sekejap mata. Dalam skandal yang kemudian dinamai plusvalenza itu, Juventus kabarnya masih berusaha untuk melakukan banding.
Namun sekali lagi citra buruk mereka di masa lalu membuat publik kadung tidak percaya jika vonis layak diringankan. Tifosi Juventus mungkin boleh beranggapan nada sumbang pada klub mereka hanya berasal dari hater saja tetapi sejarah sudah terlalu banyak mencatat noda hitam Bianconeri.