Nestapa AC Milan di Liga Italia 1996/97: Juara Bertahan yang Hampir Terdegradasi
INDOSPORT. COM - AC Milan kini sedang merana, tapi penderitaan yang sekarang belum ada apa-apanya bila dibandingkan dengan musim 1996/97 silam.
Kiprah AC Milan di pentas Liga Italia 2022/23, belakangan memang menimbulkan kekecewaan bagi para pendukung setianya.
Mengawali musim dengan status juara bertahan, taji permainan Rossoneri mendadak anjlok ketika pergantian tahun.
Sejak hari pertama tahun 2023, AC Milan tampak begitu kesulitan untuk mengalahkan lawan-lawan yang dihadapinya.
Total, ada tujuh laga lanjutan kompetisi Liga Italia yang sudah mereka mainkan di tahun 2023.
Tim besutan Stefano Pioli cuma bisa meraih dua kemenangan saja dari tujuh laga tersebut, yang mana lima sisanya diwarnai tiga kekalahan serta dua imbang.
Tren jeblok Milan akhirnya berdampak kepada posisi mereka di tabel klasemen yang turut mengalami penurunan.
Milan awalnya bersaing ketat dengan Napoli yang hingga kini masih nyaman memuncaki tabel klasemen Liga Italia.
Seiring kemorosotan kualitas permainan, posisi Milan pun saat ini turun ke urutan lima (41 poin), tertinggal 18 poin dari Napoli.
Wajar saja jika para pendukung setia Milan larut dalam kecewa, hingga muncul banyak seruan agar manajemen segera mendepak pelatih Stefano Pioli dari kursi kepelatihan.
Namun percayalah, bahwa pahitnya nasib Rossoneri sekarang, belum sebanding dengan keterpurukan mereka di Liga Italia musim 1996/97 silam.
1. Kepergian Fabio Capello Berdampak Besar
Kondisi AC Milan ketika mengawali musim 1996/97, sebenarnya sama persis dengan situasi mereka musim ini.
Rossoneri kala itu juga memulai musim dengan status juara bertahan, usai keberhasilan mereka merajai Liga Italia 1995/96.
Namun, sebelum musim 1996/97 benar-benar dimulai, AC Milan harus mendapati kenyataan bahwa pelatih mereka di musim sebelumnya, Fabio Capello, memilih pergi meninggalkan klub.
Capello memutuskan untuk menyudahi kebersamaannya dengan publik San Siro, karena ia menerima tawaran pekerjaan yang disodorkan klub raksasa Liga Spanyol, Real Madrid.
Kepergian Capello kemudian ditambal manajemen AC Milan melalui kebijakan menunjuk juru taktik berkebangsaan Uruguay, Oscar Tabarez, sebagai pelatih baru.
Racikan taktik Tabarez ternyata tidak mampu menjaga konsistensi kekuatan permainan AC Milan yang musim sebelumnya begitu perkasa.
Usai kekalahan 2-3 dari Piacenza di laga Liga Italia 1996/97 pekan ke-11, manajemen AC Milan mendepak Tabarez dari kursi kepelatihan.
Hasil 11 pekan Liga Italia 1996/97 berjalan bersama arahan taktik Tabarez, Rossoneri terdampar di urutan 13 klasemen, atau satu tingkat di atas zona play-off degradasi.
Tabarez cuma bisa memberikan AC Milan empat kemenangan, serta menelan empat kekalahan, dan tiga hasil imbang.
2. Arigo Sacchi Berusaha Menyelamatkan Rossoneri
Tabarez dipecat, manajemen AC Milan mencoba membangkitkan prestasi tim dengan memanggil kembali mantan pelatih mereka, Arigo Sacchi.
Tangan dingin Sacchi yang berpengalaman mengantarkan AC Milan meraih dua gelar Liga Champions (1988/89 dan 1989/90) serta satu trofi juara Liga Italia (1987/88), diharapkan bisa ampuh mengembalikan performa terbaik tim.
Sempat menimbulkan optimisme berkat dua kemenangan beruntun di pekan ke-12 dan pekan ke-13, Sacchi akhirnya kewalahan pula menjalankan tugasnya.
Sacchi yang bertugas sampai akhir musim, tercatat menukangi AC Milan sebanyak 23 laga Liga Italia, dengan rincian hasil tujuh menang, tujuh imbang, dan sembilan kali kalah.
Bahkan salah satu kekalahan yang diterima AC Milan di bawah arahan Sacchi, terjadi begitu tragis dan menyakitkan.
Laga pekan ke-26, AC Milan yang menjamu Juventus di markas sendiri, Stadion San Siro, dibantai oleh tim lawan dengan skor 1-6.
Momen dihancurkan Juventus tersebut, hingga kini masih tercatat sebagai rekor kekalahan terbesar kelima AC Milan, di sepanjang sejarah berdirinya klub.
Akhir musim 1996/97, akibat segala kinerja buruk tim, AC Milan harus puas finis di urutan 11 klasemen Liga Italia dengan koleksi 43 poin.
Posisi Rossoneri dalam klasemen akhir Liga Italia 1996/97, hanya tiga peringkat saja di atas zona play-off degradasi.