Segala Tentang FIFA, Lembaga Tertinggi Sepak Bola yang Tak Suci-suci Amat
INDOSPORT.COM - FIFA dikenal sebagai induk dari segala induk tentang sepak bola, namun dalam perjalanannya lembaga itu terlibat banyak permasalahan negatif.
Dinamika terus menghampiri persiapan Indonesia untuk menggelar turnamen sepak bola paling bergengsi kelompok umur, Piala Dunia U-20 2023. Rencananya ajang itu akan digelar pada 20 Mei hingga 11 Juni 2023 mendatang.
Hingga saat ini persiapan terus dilakukan meski mendapat sejumlah kendalan. Salah satunya terbaru adalah batalnya menggelar drawing untuk babak penyisihan grup.
Drawing Piala Dunia U-20 2023 yang seharusnya digelar 31 Maret mendatang batal terlaksana. Panitia Lokal (LOC) sudah mendapatkan pemberitahuan dari FIFA.
Kepastian ini disampaikan anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI Arya Sinulingga dalam konferensi pers di GBK Arena, Minggu (26/3/23).
Batalnya acara drawing Piala Dunia U-20 di Bali buntut dari gelombang protes penolakan terhadap keikusertaan timnas Israel di Piala Dunia U-20 2023 di Indonesia.
Sebab seperti kita ketahui, Israel adalah salah satu negara yang masih dikecam oleh pemerintah dan masyarakat Indonesia, karena tindakan penjajahan kepada Palestina.
Hingga sampai saat ini, Indonesia tidak mempunyai hubungan bilateral dengan Israel, karena sikap bangsa Indonesia yang terus mendukung kemerdekaan Palestina.
Di sisi lain pembatalan drawing menjadi warning, karena sikap FIFA itu bisa mengindikasikan mereka kecewa lantaran pemerintah Indonesia seolah tidak berkomitmen serius seperti awal pencalonan diri menjadi tuan rumah.
Alhasil sejumlah kemungkinan buruk pun sedang membayangi wajah sepak bola Indonesia, yaitu sanksi.
Hal itu diutarakan jurnalis top Italia, Gianluca Di Marzio. Jurnalis Sky Sports Italia itu menyebut kalau FIFA sedang memikirkan langkah tegas terhadap Indonesia terkait Piala Dunia U-20.
Di antaranya mempertimbangkan status tuan rumah yang bisa saja dicabut dan memberikan sanksi keras.
"Indonesia kini menghadapi denda yang sangat tinggi, bahkan dilarang mengikuti turnamen FIFA selama beberapa tahun," tulisnya.
Bagi sepak bola Indonesia, sanksi FIFA bukanlah hal yang baru untuk diterima. Sebelumnya kita sudah pernah merasakannya di tahun 2015 lalu.
Sanksi itu dampaknya sangat besar bagi ekosistem sepak bola nasional, karena mengenai ke semua lapisan komponennya mulai dari pemain, klub hingga masyarakat.
1. Diambang Sanksi FIFA
Melihat dampak buruk yang terjadi ketiak mendapat sanksi FIFA, membuat Pemerintah dan PSSI coba melobi lembaga itu demi bisa mencari jalan keluar demi terselenggaranya Piala Dunia U-20 2023, dan terhindar dari sanksi.
Saat ini, Ketua Umum PSSI, Erick Thohir sudah bertolak ke Doha, Qatar, untuk bertemu dengan FIFA membahas nasib Piala Dunia U-20 2023.
Erick Thohir yang menjabat juga sebagai Menteri BUMN, membawa pesan yang dititipkan oleh Presiden Joko Widodo agar FIFA bisa melunak.
FIFA dengan segala powernya memang bisa membuat keputusan apapun hingga menghacurkan nasib sepak bola di sebuah negara, pun sebaliknya bisa memberikan berkah bagi sepak bola di sebuah negara.
Mengutip laman resminya, FIFA merupakan badan internasional yang dibentuk pada 21 Mei 1904 yang bertugas menginduki sepak bola dan juga futsal.
Sampai saat ini, terdapat lebih dari 200-an negara yang sudah tergabung dalam FIFA, termasuk Indonesia.
Bukan Lembaga yang Suci-suci Amat
Banyaknya negara yang bergabung, membuat FIFA mempunyai kuasa yang jauh lebih besar dari eksistensi hukum sebuah negara.Tak heran banyak negara yang tunduk dengan FIFA.
Meski ditakuti bak Tuhan, organisasi terbesar yang pernah ada dalam sejarah olahraga ini juga bukan lembaga yang suci-suci amat.
Sebab banyak skandal negatif yang melibatkan FIFA dalam perjalanannya. Kebanyakan skandal tersebut berupa suap terkait Piala Dunia.
Seperti kita ketahui, Piala Dunia adalah turnamen milik FIFA yang paling bergengsi dengan melibatkan 32 negara peserta bersaing membawa pulang trofi berlapis emas.
Saking besarnya Piala Dunia membuat banyak negara berlomba ingin menjadi tuan rumah, karena tergiur keuntungannya. Kehadiran Piala Dunia di suatu negara akan menggerakan roda ekonomi dan perputaran uang yang sangat besar di suatu negara.
Akan tetapi dalam proses pemilihan tuan rumah diwarnai sejumlah skandal suap. Yang paling terkenal yaitu saat FIFA menunjuk negara-negara yang belum berpengalaman menjadi tuan rumah seperti Afrika Selatan dan Qatar.
Afrika Selatan terpilih menjadi tuan rumah Piala Dunia 2010. Tetapi keputusan itu diduga ada suap yang melibatkan para anggotanya. FBI pun meringkus para terduga tersangka di Swiss pada 2015. Total ada 14 pejabat FIFA yang ditangkap.
Memang tak ada nama presiden FIFA saat itu, Sepp Blatter dalam daftar para tersangka yang diringkus oleh Polisi, namun ada nama Jeffrey Webb yang masih aktif menjabat sebagai wakil presiden FIFA dan wakil lainnya yaitu Eugenio Figueredo ketika ditangkap.
Tak ketinggalan, salah satu mantan wakil presiden FIFA pun ikut tersangkut yaitu Jack Warner yang disinyalir menerima Aliran dana suap
Nama-nama di atas tentu baru "kepala-nya" saja. Pejabat lainnya seperti komite eksekutif FIFA pun tak luput dari kejaran para penegak hukum.
Selain berkutat dalam "lingkaran setan" para pejabat FIFA, aliran dana suap juga mengalir kepada perusahaan pemasaran olahraga dan perusahaan penyelenggara hak siar (broadcasting executive) lewat anggotanya yang menjabat sebagai pemasaran.
Isu suap yang terjadi saat bidding tuan rumah Piala Dunia tidak hanya terjadi saat pemilihan untuk edisi 2010 tetapi jug edisi 2022.
Qatar didaulat menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 pada 2 Desember 2010, setelah bersaing dengan Jepang, Korea Selatan, Australia, dan Amerika Serikat. Yang “menarik”, jalan Qatar untuk menjadi tuan rumah adalah dengan jalan suap.
Sebagai salah satu negara Timur Tengah penghasil minyak bumi, membuat Qatar bersedia melakukan apa saja untuk FIFA dalam usaha untuk terpilih menjadi tuan rumah.
Upaya suap Qatar kepada FIFA dimulai ketika mereka mensponsori pertemuan Konfederasi Sepakbola Afrika (CAF) di Angola. Di sana, Qatar melakukan lobi-lobi agar anggota Exco FIFA dari Afrika memilih Qatar dalam proses pemilihan.
Setelah itu, dilansir dari The Guardian, Issa Hayatou, Wakil Presiden FIFA dari Kamerun, dan Jacques Anouma dari Pantai Gading dikabarkan menerima suap sebesar 1,5 juta dolar AS untuk memilih Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022.
Sosok yang berpengaruh dalam terpilihnya Qatar sekaligus isu suap di balik pemilihannya adalah Mohammed bin Hammam, pria asal Qatar yang pernah menjadi Presiden AFC 2002 hingga 2011.
Dua tahun jelang pemilihan tuan rumah Piala Dunia 2022, Bin Hammam terus menggelontorkan dana lebih dari 5 juta dollar AS dan transfer sebanyak 200 ribu dolar AS untuk para pemimpin 30 federasi sepak bola di seluruh Afrika dan juga Asia.
Selain itu, Hammam juga diduga melakukan suap kepada Wakil Presiden FIFA, Jack Warner sebesar 1,2 juta pounds untuk mendekati para pemimpin federasi di Afrika dan Karibia.
Namun pada akhirnya, Sepp Blatter yang saat itu menjabat sebagai Presiden FIFA dalam menunjuk Qatar menjadi tuan rumah Piala Dunia 2022 mengaku telah buat kesalahan.
“Saya mengakui bahwa penunjukkan Qatar sebagai tuan rumah merupakan sebuah kesalahan dan itu merupakan sebuah pilihan yang buruk,” kata Sepp Blatter dikutip dari laman ESPN.
Saat ini Sepp Blater sendiri sedang menjalani masa hukuman atas kasus penyalahagunaan jabatan dan dugaan suap.
Melansir rilis resmi FIFA pada Rabu (24/3/2021), Blatter mendapat tambahan hukuman selama 6 tahun 8 bulan atas kasus pelanggaran beberapa kode etik FIFA.
Kasusnya sendiri adalah dugaan gratifikasi hak siar Piala Dunia 2010 dan Piala Dunia 2014 kepada Karibia Football Union (CFU) yang dipimpin seorang bernama Jack Werner.