3 Alasan Perombakan PSS Sleman Bukan Jaminan Datangkan Prestasi
INDOSPORT.COM - PSS Sleman melakukan perombakan menatap Liga 1 2023-2024 dengan melepas belasan pemain dan pelatih kepala, Seto Nurdiyantoro. Perombakan ini berisiko membuat nasib PSS layaknya RANS Nusantara FC musim lalu.
PSS benar-benar kecewa dengan pencapaian tim pada Liga 1 2022-2023. Tim yang digadang-gadang bisa bersaing dengan Bali United dkk. ini malah menghuni zona bawah.
PSS mengakhiri perjalanan dengan menempati urutan ke-16 pada klasemen akhir. PSS hanya mencatatkan 10 kemenangan, 4 kali imbang dan menelan 20 kekalahan.
Jeleknya prestasi PSS itu karena penerapan sistem bertahan dan sistem menyerang sama-sama jelek. Sistem bertahan PSS menjadi yang terburuk kedua setelah RANS Nusantara FC. PSS kebobolan 57 gol dalam 34 pertandingan.
Sementara barisan penyerangnya pun menjadi yang terburuk kedua setelah Arema FC. Mereka hanya mencatatkan persentase satu gol dalam satu pertandingan.
Maka, perombakan pemain menjadi jalur yang ditempuh. Total sampai dengan Selasa (25/04/23) pukul 10.00 WIB, ada sebelas nama yang dicoret dari PSS Sleman.
Mereka adalah Wahyu Sukarta, Bagus Nirwanto, Ega Rizky, Tri Hamdani Goentara, Rachmad Hidayat, Dedy Gusmawan, Marckho Meraudje, Rifky Suryawan, Manda Cingi, Purwaka Yudhi dan Jonathan Cantillana.
PSS Sleman juga resmi mengganti Seto Nurdiyantoro. Pada musim depan, Seto tak lagi jadi pelatih kepala meski tetap diinginkan ada di PSS dengan posisi baru.
Meski begitu, perombakan ini bukan jaminan menghadirkan prestasi pada musim depan. Berikut ini tiga hal yang bisa membuat perombakan tim musim depan berakhir sia-sia.
1. 1. Waktu Terlalu Mepet
Membentuk tim kuat dengan mayoritas skuat inti baru bukan hal yang mudah. Butuh waktu panjang untuk menghadirkan chemistry di antara pemain dan tim pelatih.
Masalahnya, PSSI punya rencana memutar kompetisi musim 2023-2024 pada 1 Juli 2023 mendatang. Andai PSS sudah berlatih mulai 1 Mei 2023, mereka hanya memiliki waktu dua bulan untuk bersiap.
RANS Nusantara FC mengalami masalah ini pada musim lalu. Mereka mendatangkan mayoritas pemain yang sebenarnya punya kualitas dan cukup bersinar pada Liga 1 2021-2022.
Namun, karena masa persiapan sangat pendek, chemistry dan mentalitas tim RANS belum terbentuk dengan bagus.
Pergantian posisi pelatih dari Rahmad Darmawan ke Rodrigo Santana pun tak ada efeknya karena memang bukan strategi tim yang bermasalah, tetapi penerapannya di lapangan yang tak berjalan maksimal.
Situasi ini sebenarnya juga dirasakan PSS Sleman pada musim lalu. Ada banyak pemain baru dengan nama besar, seperti Boaz Solossa, Marckho Meraudje, Todd Ferre hingga Jonathan Cantillana yang tak berhasil mendongkrak performa tim.
2. Sulit Cari Pemain Lokal Inti
Sumber INDOSPORT di Sleman menyebut perombakan yang dilakukan PSS itu tak lepas dari kehadiran belasan sponsor baru. Makanya, PSS punya sumber dana yang cukup untuk belanja pemain.
Namun masalahnya, mencari pemain berkualitas pada bulan April ini sudah sangat sulit. Tim yang "kaya" bukan hanya PSS. Tim-tim lain juga akan jor-joran karena musim depan ada regulasi degradasi.
Beberapa tim Liga 1 sudah bernegosiasi dengan pemain sejak jauh-jauh hari. Makanya, tim seperti Persija Jakarta langsung bisa memperkenalkan Rizky Ridho dan Akbar Arjunsyah setelah musim 2022-2023 selesai.
Persis Solo, Dewa United hingga Bali United juga segera menyusul. Mereka hanya terbiasa mengumumkan rekrutan anyar ketika latihan segera dimulai.
PSS Sleman kemungkinan besar bakal mendapatkan pemain lokal yang musim lalu bukan jadi pilihan inti.
Salah satu nama yang digosipkan bakal ke PSS adalah Ezra Walian yang musim lalu, menurut catatan Soccerway, hanya main sekitar 771 menit di Persib Bandung.
3. Inkonsistensi Manajerial
Dalam era baru klub-klub di Indonesia, perekrutan bukan hanya soal pemain dan pelatih. Manajerial juga menjadi salah satu hal penting yang kerap terjadi perekrutan antarklub.
Bali United menjadi salah satu klub yang "merekrut" banyak manajerial berpengalaman. Baik manajerial untuk mengurus tim maupun perseroan.
Beberapa nama yang masuk manajerial tim merupakan sosok-sosok yang sukses di Pelita Bandung Raya pada 2014.
Sementara untuk manajerial perseroan, Pieter Tanuri banyak memasukkan nama-nama yang sebelumnya ada di PT Multistrada Arah Sarana Tbk.
Sosok-sosok profesional yang tak pernah ganti sejak 2015 itu terbukti membuat progres klub sangat cepat. Bali United menjadi "bayi ajaib" yang mendapatkan dua gelar Liga 1 meski baru berusia 8 tahun.
2. 3. Inkonsistensi Manajerial (2)
Sementara di PSS Sleman, ada saja cerita tentang pergantian manajerial ketika kompetisi masih berjalan. Musim lalu, sosok Dewanto Rahatmoyo mundur sebagai manajer pada bulan Oktober karena ingin fokus dengan bisnisnya.
Lalu, Andywardhana yang menjabat sebagai direktur utama juga mundur pada bulan Oktober atau ketika kompetisi sedang "istirahat" pasca Tragedi Kanjuruhan.
Pada kompetisi 2021-2022, perubahan manajerial juga terjadi pada pertengahan musim. Danilo Fernando sebagai manajer dan Marco Gracia Paulo sebagai direktur utama juga mundur setelah seri kedua.
Perubahan manajerial di tengah musim turut terjadi pada Liga 1 2019. Viola Kurniawati yang menjabat sebagai chief executive officer (CEO) mundur ketika kompetisi sudah berjalan. Posisinya kemudian digantikan Fatih Chabanto.
Sisi positif dan negatif bisa hadir dalam setiap pergantian. Dari tiga musim itu, PSS hanya sukses berprestasi pada Liga 1 2019 ketika menduduki peringkat delapan.
Sementara dalam dua musim terakhir, PSS selalu ada di zona bawah. Bahkan, andai kompetisi 2022-2023 ada degradasi, PSS Sleman sudah turun ke Liga 2 karena menduduki zona bawah bersama Dewa United dan RANS Nusantara FC