Final Liga Europa dan 4 Alasan Lain Kenapa Mourinho Tak Boleh Lepas dari Genggaman AS Roma
INDOSPORT.COM - Jose Mourinho kembali dipuji usai membawa AS Roma melaju ke final Liga Europa 2022/2023.
Kepastian tersebut didapat pada Jumat (19/05/23) ini usai Giallorossi menahan imbang Bayer Leverkusen tanpa gol di BayArena.
Dengan bekal kemenangan 1-0 di leg pertama yang bertempat di Olimpico, Roma pun berhak untuk melaju ke partai puncak kompetisi Benua Biru kedua mereka di bawah asuhan Mourinho.
Pada musim lalu The Special One sudah mengantarkan Serigala Ibukota ke final Liga Konferensi Europa dan memenangkannya.
Andai mengulang prestasi serupa dengan menjuarai Liga Europa musim ini, maka otomatis AS Roma akan berhak tampil di Liga Champions 2023/2024 mendatang.
Ini adalah 'jalan pintas' untuk menyelamatkan musim Roma yang penuh inkonsistensi di Liga Italia. Memasang target finis empat besar, kini Lorenzo Pellegrini dan kolega justru masih di peringkat keenam dengan sisa tiga pertandingan lagi.
Hanya saja di tengah euforia ini fans AS Roma dihantui isu yang menyebut jika Jose Mourinho akan hengkang pada penghujung musim ini alias satu tahun lebih cepat dari kontraknya.
Paris Saint-Germain adalah salah satu kesebelasan top yang kabarnya meminati tangan dingin bersentuhan emas pria asal Portugal tersebut.
Manajemen klub sebaiknya mati-matian untuk mempertahankan Mourinho. Jika perlu kontrak baru mulai dibicarakan agar sang juru latih punya ketenangan jelang final Liga Europa nanti kontra Sevilla.
Selain itu masih ada segudang alasan lain kenapa sang media darling masih sangat layak untuk menukangi Roma era ini. Berikut ulasannya.
1. 1. Magnet Pemain Top
Salah satu keuntungan punya manajer sekelas Jose Mourinho yang mengantongi puluhan trofi bergengsi adalah klub menjadi punya daya tarik lebih untuk memikat pemain pujaan. Itulah situasi AS Roma saat ini.
Di tengah investasi yang tidak terlalu royal dari pemilik, juru taktik 60 tahun itu masih bisa mendaratkan sejumlah nama top ke Olimpico dalam dua musim terakhir seperti Tammy Abraham, Nemanja Matic, Rui Patricio, Gini Wijnaldum, dan tentunya Dybala.
Tanpa Mourinho, para pemain tadi belum tentu mau datang ke Roma. Bahkan Dybala secara terbuka menyatakan jika keputusannya bergabung bersama I Lupi adalah The Special One meski ia punya tawaran dari AC Milan, Inter Milan, sampai Tottenham Hotspur di bursa transfer musim panas lalu.
Musim depan juga kabarnya Roma akan menyelesaikan deal untuk transfer gratis Houssem Aouar, playmaker Prancis dari Olympique Lyon.
Campur tangan Mourinho jelas dibutuhkan untuk semakin memperbesar kans Roma dalam mendapatkan pemain berkualitas di pasar dalam waktu dekat.
2. Maksimalkan Bakat Muda
Sejak lama Jose Mourinho selalu diidentikkan dengan manajer yang ogah memberikan kesempatan bermian bagi pemain muda namun di AS Roma klaim tersebut sepertinya terdengar tidak mendasar.
Seperti musim lalu, musim ini pun eks bos Chelsea, Manchester United, dan Real Madrid tersebut banyak mengandalkan jebolan akademi yang memang ia anggap pantas.
Terutama Nicola Zalewski (21) yang saat ini memegang rekor menit bermain terbanyak di Roma sebagai pemain U-23 dari berbagai kompetisi.
Memanfaatkan pemain belia memang jadi salah satu strategi Mourinho untuk mengakali minimnya dana transfer yang diberikan padanya. Akan tetapi hasilnya terbilang sangat tidak buruk.
Pada pertandingan Liga Italia terbaru melawan Bologna, Mourinho menurunkan starting XI dengan rata-rata usia 25 tahun dan 34 hari yang jadi rekor starter termudanya sepanjang karier melatih di negeri pizza.
2. 3. Paham Kekurangan Tim
Salah satu tanda manajer sepakbola top adalah tahu batasan tim yang ia latih dan tidak memaksakan agar para pemain yang memang serba kurang untuk secara ajaib menjadi hebat.
Itulah yang Jose Mourinho lakukan di AS Roma. Ia tahu hanya dibekali skuad pas-pasan dengan modal perbaikan serba minim namun ia masih bisa memberikan dua final kompetisi Eropa yang mana menyamai rekor klub sebelum kedatangannya.
Para pemain Roma saat ini masih belum punya mental juara namun sedikit demi sedikit Mourinho menanamkannya. Seperti saat menahan imbang Leverkusen di leg kedua semifinal Liga Europa.
Mourinho tahu lawan akan bermain lebih agresif di kandang sendiri dan timnya tidak dianugerahi cukup kualitas untuk meladeni itu. Akhirnya strategi parkir bis yang berisiko pun ia terapkan.
Hasilnya selama 90 menit Roma hanya kebagian 28% penguasaan bola dan hanya menembak sekali berbanding 23 milik Leverkusen. Namun di sisi lain mereka unggul dalam hal duel udara (12:25) dan tekel (11:17) yang menunjukkan jika Mourinho sukses menempa timnya menjadi tim yang gigih dalam mewujudkan misi ke final.
4. Manajer Tajir Trofi
Sevilla yang akan jadi lawan di final Liga Europa nanti boleh menepuk dada jika mereka adalah tim dengan rekor juara terbaik di kompetisi tersebut dengan enam kali final dan enam trofi namun AS Roma masih punya Jose Mourinho.
Mourinho juga punya catatan spesialnya sendiri yakni tidak pernah sekalipun kalah saat mendampingi tim asuhannya ke final ajang Eropa.
Hal itu dibuktikan dengan suksesnya menjuarai dua Liga Champions, dan masing-masing satu Piala UEFA, Liga Europa, serta Liga Konferensi Europa.
Rekor tersebut semakin mengukuhkan jika Mourinho adalah manajer yang dicintai oleh trofi.
Roma bukanlah klub dengan privilege untuk selalu punya bos sekalibernya maka dar itu mempertahankan kerja sama adalah harga mati.