Jadi Nakhoda Terburuk di Sejarah Chelsea, 6 Pelatih Liga 1 Ini Lebih 'Superior' Ketimbang Lampard
INDOSPORT.COM - Kekalahan 4-1 dari Manchester United pada Jumat (26/05/23) di ajang Liga Inggris tercatat sebagai kekalahan kedelapan Frank Lampard sebagai caretaker Chelsea.
Tidak hanya membuat musim The Blues semakin layak untuk dilupakan karena tidak lagi sanggup untuk finis setidaknya di top half, hasil tersebut juga menodai martabat Super Frank sebagai juru taktik.
Jika hanya menghitung periode kedua pengabdiannya pada Chelsea, maka Lampard saat ini adalah manajer dengan rekor terburuk mereka.
Hanya ada satu kemenangan dari sepuluh partai kompetitif membuat sang pelatih hanya punya rataan 0,4 poin per laga sekaligus persentase kemenangan 11% saja.
Dengan catatan minimal sudah sepuluh kali memimpin tim berlaga, tidak ada nama manajer lain yang pernah menunjukkan performa sejelek ini dalam sejarah 118 tahun berdirinya Chelsea.
Frank Lampard pun kini semakin tidak populer di mata publik pendukung London Biru yang dulu begitu memujanya bak dewa saat masih aktif bermain dan menyumbang belasan trofi bergengsi termasuk satu Liga Champions dan tiga Liga Inggris.
Kini pasti loyalis Chelsea sangat menyesali kenapa manajemen klub dan owner Todd Boehly sampai punya ide untuk membawanya kembali sebagai pelatih sementara pascapemecatan Graham Potter pada awal April 2023 lalu.
Padahal di periode pertamanya saja Lampard sudah dianggap tidak becus dalam meramu strategi meski punya 52% kemenangan dari 84 pertandingan dengan rataan 1,75 poin.
Usut punya usut, Lampard ternyata baru memiliki lisensi kepelatihan UEFA A meski Liga Inggris mewajibkan semua manajernya memiliki liseni tertinggi yakni UEFA Pro.
Saat ini saja di Liga 1 Indonesia yang kompetisinya masih banyak cacat dan koreksi sudah punya lima pelatih dengan lisensi UEFA Pro. Siapakah mereka yang lebih "superior" ketimbang Frank Lampard itu? Berikut ulasannya.
1. 1. Bernardo Tavares (PSM Makassar)
Lisensi memang bukan tolak ukur mutlak kualitas seorang pelatih namun tetap bisa jadi bahan pertimbangan untuk penunjukkan dari sudut pandang klub. Contoh keputusan jackpot adalah ketika PSM Makassar menjadikan Bernardo Tavares sebagai nakhoda mereka di Liga 1 2022/2023.
Meski pada awalnya tidak diunggulkan sama sekali, Juku Eja justru keluar sebagai juara di tangan pria 43 tahun asal Portugal itu. Puasa gelar liga mereka yang sudah berlangsung sejak 2000 pun akhirnya bisa diakhiri.
Tavares diberi banyak kredit dengan bagaimana ia bisa mengeluarkan potensi terbaik sejumlah pemain lokal seperti Yance dan Yakob Sayuri, Ramadhan Sananta, serta Akbar Tanjung.
Predikat pelatih UEFA Pro semakin terlihat pantas ia pegang meski sebelumnya banyak menjadi kutu loncat di liga-liga 'kecil' seperti Macau, Oman, dan lain-lain.
2. Luis Milla (Persib Bandung)
Sosok Luis Milla tidak perlu diperkenalkan panjang-panjang. Bos Persib Bandung yang satu ini adalah salah satu atau bahkan mungkin pelatih dengan background terbaik di Liga 1 saat ini.
Ia dulu bermain di divisi teratas Spanyol bersama Barcelona, Real Madrid, dan Valencia. Bahkan ketika beralih menjadi pelatih kariernya langsung berada di titik tertinggi dengan menangani timnas Spanyol di berbagai level dan begitu pula timnas Indonesia.
Akis Milla bersama Persib pada Liga 1 musim depan patut dinanti. Setelah hanya bertugas di paruh kedua 2022/2023, perlu dilihat bagaiman jika skuad Maung Bandung merasakan tangan dinginnya sejak kompetisi dimulai.
3. Gilbert Aguis (PSIS Semarang)
Walau sebelum ini Gilbert Aguis hanya pernah melatih timnas dan klub negara asalnya yang terbilang kecil yakni Malta, namun itu tidak membuatnya terhalang untuk bisa mempunyai lisensi tertinggi di dunia kepelatihan.
Akhirnya Aguis diberi kesempatan untuk menangani PSIS Semarang, salah satu kesebelasan bertabur bintang di Liga 1 saat ini.
Pada akhir musim lalu ia sempat memimpin Laskar Mahesa Jenar bermain di sembilan pertandingan namun hanya bisa meraih dua kemenangan saja. Cukup wajar mengingat Aguis belum bisa menanamkan taktiknya secara sempurna sehingga perlu musim depan untuk menilai kecerdasannya yang sebenarnya.
2. 4. Thomas Doll (Persija Jakarta)
Saat Persija Jakarta memperkenalkan Thomas Doll sebagai head coach mereka di awal 2022/2023 lalu dengan kontrak tiga tahun dan target juara Liga 1, semua mata penikmat sepakbola tanah air langsung tertuju padanya.
Bagaimana tidak? Ia punya CV luar biasa mentereng untuk ukuran juru latih di Asia Tenggara dengan pernah menukangi Hamburger SV, Borussia Dortmund, Al Hilal, Hannover 96, dan juga APOEL Nicosia.
Kharismanya bisa membuat Persija banyak mendapatkan pemain asing level top seperti Hanno Behrens, Michael Krmencik, Ondrej Kudela, juga Yusuf Hellal. Sayangnya Macan Kemayoran cuma bisa jadi runner-up di bawah PSM Makassar.
Namun pembuktian Doll akan kualitasnya baru akan dimulai pada 2023/2024 mendatang. Dengan bekal masa adaptasi semusim, pria asa Jerman itu dipastkan akan lebih siap untk menghadapi Liga 1 di musim depan.
5. Leonardo Medina (Persis Solo)
Setelah awal musim yang buruk bersama Jackes F. Tiago, suporte Persis Solo setidaknya bisa menikmati akhir musim Liga 1 2022/2023 yang lumayan di bawah asuhan Leornardo Medina.
Finis 10 besar bisa mereka amankan berkat raihan 11 poin dari enam pekan pamungkas. Terhitung oke untuk sekelas tim promosi.
Medina memang bukan sosok sembarangan. Berasal dari Meksiko, ia sudah punya segudang pengalaman di dunia sepakbola. Lisensi UEFA Pro yang dimiliki adalah buah menggeluti banyak posisi dari manajemen sampai staf pelatih untuk berbagai klub di seluruh penjuru bumi.
6. Jan Olde Riekerink (Dewa United)
Meski pada akhirnya tidak bisa membawa klub keluar dari zona merah meski punya kesempatan memimpin skuadnya di 17 pertandingan namun keputusan Dewa United untuk mempekerjakan Jan Olde Riekerink sebagai pelatih sudah tepat.
Untuk klub dengan ambisi setinggi mereka, Tangsel Warriors memang patut untuk menyerahi tanggung jawab pada pelatih 60 tahun berpaspor Belanda itu. Pengalamannya membersamai Galatasaray, SC Heerenveen, akademi Porto, akademi Ajax, hingga timnas China jadi alasan.
Dengan tidak adanya relegasi, musim depan Riekerink bisa mendapatkan kesempatan kedua untuk membuktikan jika ia memang adalah sosok yang tepat untuk mengeluarkan potensi terbaik Egy Maulana Vikri dan kolega.