Jelang Satu Tahun Tragedi, Keluarga Korban Kanjuruhan Gelar Doa Bersama
INDOSPORT.COM - Tragedi Kanjuruhan yang terjadi pada Sabtu, 1 Oktober 2022 silam, jelas tak bisa menghapus rasa duka terhadap para keluarga korban yang ditinggalkan.
Bagaimana tidak, tragedi yang terjadi setelah Derbi Jatim antara Arema FC versus Persebaya Surabaya itu menelan begitu banyak korban jiwa dari kalangan suporter.
Ketika itu, terjadi insiden setelah pertandingan yang berkesudahan untuk kemenangan Persebaya dengan skor 3-2, dan pada Oktober 2023 nanti, tragedi akan memasuki peringatan 1 tahun.
Hingga saat ini, tercatat 135 korban meregang nyawa atas insiden pada Sabtu malam hingga Minggu dini hari itu. Ditambah dengan ratusan korban lainnya luka-luka.
Kedukaan itu pun terus berusaha dirawat oleh para keluarga korban yang terdampak. Mereka lantas datang ke Stadion Kanjuruhan Malang pada Sabtu (3/6/23).
Sekira 50 keluarga korban berkumpul di sisi selatan stadion. Mereka menggelar doa bersama tepat di pintu 13 Stadion Kanjuruhan untuk mengenang para korban.
"Kami datang kesini untuk memanjatkan doa kepada semua korban tragedi ini," ucap Anisa, salah satu keluarga korban kepada awak media di pintu 13 Stadion Kanjuruhan.
Di tengah-tengah itu, hadir pula para figur yang selama ini mendampingi para keluarga korban tragedi. Mereka konsisten memperjuangkan keadilan di Tim Gabungan Aremania.
Usai gelaran doa, satu per satu keluarga korban melakukan prosesi yang diiringi derai air mata. Sebagian keluarga menabur bunga di deretan foto poster yang terpampang.
Sebagian lagi langsung menghadap korban tragedi, merasakan kedukaan. Mereka lantas saling menguatkan untuk ikhlas melepas sang buah hati dan keluarga yang menjadi korban tragedi.
1. Mengejar Keadilan
Seiring hal itu, para keluarga korban Tragedi Kanjuruhan juga turut menyampaikan harapannya perihal proses hukum yang dinilai masih jauh dari keadilan.
Bagaimana tidak, para terdakwa atas meninggalnya 135 korban mendapatkan vonis yang jauh dari keadilan. Bahkan, beberapa di antara mereka terbebas dari vonis penjara.
"Kami akan terus berusaha mengejar keadilan, apa pun caranya. Kalau bisa sampai ke akar-akarnya," ujar salah satu ibu yang kehilangan anaknya, di sisi Anisa.
"Karena kami menilai proses hukum kepada para pelaku ini jauh dari kata adil. Mana mungkin anak-anak kami meninggal dunia karena angin," sambung dia.
Anisa yang juga kehilangan salah satu anggota keluarga dalam tragedi itu juga meminta agar Stadion Kanjuruhan sebagai tempat kejadian perkara (tkp), tidak dibongkar.
Hal ini menyusul keputusan Kementerian PUPR terhadap Stadion Kanjuruhan, yang akan direnovasi total imbas tragedi, dan dibangun dengan standar lebih bagus lagi.
Dalam penilaian Kementerian PUPR, tragedi terjadi karena salah satunya disebabkan kelayakan bangunan stadion yang kurang representatif.
"Kami menolak pembongkaran stadion, karena tragedi ini masih belum selesai semuanya. Apalagi akan dibangun museum dan lain-lain," beber Anisa.
Kritik serupa juga diutarakan Cholifatul Nur, ibu yang kehilangan anaknya saat tragedi. Dalam proses hukum, dia menyerahkan sepenuhnya kepada tim hukum yang ditunjuk.
"Saya akan terus memperjuangkan keadilan, dengan melanjutkan laporan model B. Karena harapan kami, keadilan benar-benar terwujud," tandas dia.