Qatar Belum Tentu Bawa Barokah ke Manchester United, Kisah 4 Klub Kaya Instan yang Kini Terlupakan
INDOSPORT.COM - Raksasa Liga Inggris (Premier League), Manchester United, dikabarkan sudah semakin dekat dengan akusisi kepemilikan baru dari Qatar.
Setelah melalui proses negosiasi dan saling lempar tawaran, akhirnya Sheikh Jassim akan menggeser keluarga Glazer sebagai owner anyar The Red Devils.
Meski belum diresmikan, namun berita ini sudah menyebarkan aura positif kemana-mana terutama bagi Manchester United sendiri.
Sejak lama loyalis Setan Merah menginginkan agar klan Glazer yang mereka anggap tidak becus dalam mengelola sepakbola angkat koper dari Old Trafford.
Kedatangan Sheikh Jassim diharapkan bisa membuat Manchester United memiliki manajemen yang lebih baik yang pada akhirnya bisa membawa tim juara 20 kali Liga Inggris itu kembali ke jalur yang benar.
Tapi jika boleh jujur, fans Manchester United pastinya paling menunggu investasi besar di sektor bursa transfer dari Sheik Jassim.
Dengan suntikan dana melimpah dari mantan perdana menteri Qatar tersebut, para pendukung berharap klub mereka akan semakin mudah bersaing dengan para rival demi mendapatkan pemain terbaik.
Hanya saja jor-joran di bursa transfer bukanlah penyebab utama sebuah klub bisa bangkit usai kedatangan pemilik baru. Harus ada pertimbangan masak di setiap sen yang dikeluarkan apabila tidak ingin ujungnya berakhir dnegan penyesalan.
Sudah terlalu banyak contoh klub sepakbola yang akhirnya jatuh ke titik terendah usai kendatangan investor dengan janji-janji manis.
Manchester United dan fansnya harus bijak dalam mensikapi kedatangan Sheik Jassim jika tidak mau berakhir seperti empat klub mengenaskan berikut ini.
1. 1. Hertha Berlin
Meski mereka adalah klub dari ibu kota, namun pamor serta prestasi Hertha Berlin di Liga Jerman masih belum bisa dibandingkan dengan Borussia Dortmund apalagi Bayern Munchen.
Harapan untuk bisa kembali memenangi titel mayor sejak 2002 kemudian sempat hadir ketika pengusaha kaya Lars Windhorst datang untuk mengakusisi klub di Juni 2019.
Hasilnya Hertha jadi lebih sering belanja dengan sembilan dari sepuluh rekor pembelian Die Alte Dame terpecahkan di era kepemilikannya. Memang tidak ada transfer ekstrim di atas 50 juta Euro namun untuk ukuran mereka jor-joran bukan sesuatu yang biasa.
Akan tetapi minimnya kualitas manajemen justru sudah terlihat ketika penunjukan Jurgen Klinsmann sebagai manajer di penghujung November 2019 hanya bertahan kurang dari tiga bulan. Penurunan demi penurunan pun dirasakan dalam tempo cepat.
Hertha yang sebelumnya rutin bersaing di papan tengah kemudian berurutan sejak 2019/2020 finis di peringkat 10, 14, 16, dan 18 Liga Jerman yang mana menbuat mereka harus bermain di kasta kedua di 2023/2024.
2. Queens Park Rangers
Liga Inggris tidak asing dengan kedatangan pengusaha luar negeri yang ingin menjajal peruntungan mereka dalam mengelola tim mereka. Salah satunya ketika konglomerat Malaysia, Tony Fernandes, membeli Queens Park Rangers (QPR) pada 2011 silam.
Saat diakusisi Fernandes, The Hoops, baru saja promosi ke kasta tertinggi dari Championship. Untuk bekal mengarungi 2011/2012 kemudian mereka menggaet bintang berpengalaman seperti Shaung Wright-Phillips, Joey Barton, Anton Ferdinand, Djibril Cisse, hingga Bobby Zamora.
Walau demikian mereka justru nyaris terdegradasi usai hanya finis di posisi 17. Fernandes pun menyuntikkan dana lagi demi membujuk Jose Bosingwa, Robert Green, Samba Diakite, Julio Cesar, Esteban Granero, Park Ji-sung, Loic Remy, sampai Christopher Samba dan Jermaine Jenas.
Hasilnya? Mereka kembali ke Championship pasca 2012/2013 berakhir. Setelahnya QPR menjadi tim yoyo dengan bolak-balik naik dan turun divisi namun setelah anjlok lagi di 2014/2015, hingga detik ini mereka belum kembali lagi ke Premier League.
Saat ini Fernandes masih tercatat sebagai pemilik QPR dan di 2022/2023 lalu mereka nyaris menyentuh titik terendah baru yakni hampir turun ke League One, divisi ketiga, pasca cuma bisa menduduki peringkat 20 dari 24 klub.
2. 3. Malaga
Di pertengahan 2000-an Malaga mendapati mereka berada dalam krisis finansial namun secara ajaib Abdullah Al Thani, pebisnis Qatar, mengulurkan tangan dan membeli saham mayoritas klub.
Hanya dalam proses sepekan, per 11 Juni 2010, Al Thani menjadi bos baru Los Albicelestes dan langsung memberikan efek instan. Di dua musim pertama fans disuguhi pemandangan spesial dengan ditunjuknya Manuel Pellegrini sebagai pelatih dari Salomon Rondon, Eliseu, dan Martin Demichelis cs.
Puncak dari itu semua adalah ketika Malaga memasuki musim 2011/2012 Liga Spanyol dengan memecahkan sejumlah rekor transfer mereka sendiri berkat kedatangan Ruud van Nistelrooy, Santi Cazorla, Jeremy Toulalan, Joaquin, Nacho Monreal, dan masih banyak lagi yang membuat mereka bisa finis empat besar dan lolos Liga Champions musim berikutnya.
Sayangnya justru di 2012/2013 mereka dianggap melakukan pelanggaran di Financial Fair Play dan bersama sejumlah klub lain dijatuhi denda oleh UEFA.
Setelahnya satu per satu kemalangan datang dan yang paling menyakitkan adalah degradasi ke divisi Segunda pada penghujung 2017/2018 saat sudah tidak ada bintang tersisa. Saat ini Malaga masih dipegang oleh Al Thani dan parahnya musim lalu mereka juga memastikan degradasi ke kasta ketiga.
4. Anzhi Makhachkala
Jika tiga klub sebelumnya di daftar ini harus terdegradasi akibat kesalahan manajemen yang awalnya menjanjikan, Anzhi Makhackala justru saat ini sudah tidak berwujud lagi alias dibubarkan meski pada 2011 mendapatkan suntikan dana besar dari pengusaha sukses Rusia yakni Suleyman Karimov.
Meski hanya bermain di Liga Rusia namun daya tarik mereka untuk mendatangkan nama-nama besar seperti Roberto Carlos, Samuel Eto'o, Willian Borges, Yuri Zhirkov, Lassana Diara, dan lain sebagainya. Guus Hiddink pun mau untuk menjadi manajernya.
Secara tiba-tiba Kerimov kemudian melakukan pemotongan bujet hanya usai memasuki dua tahun masa kepemilikan dan akibatnya Anzhi harus melepas banyak pemain pilarnya demi menghidupi klub.
Malang bagi mereka, relegasi di penghujung 2013/2014 tidak dapat terhindarkan usai menjadi juru kunci kasta teratas Rusia. Padahal di musim yang sama mereka masih bisa melaju ke 16 besar Liga Europa.
Setelahnya Anzhi menjadi tim yoyo dan bahkan ada masa dimana pemain U-20 dipromosikan dalam jumlah besar untuk memenuhi jumlah minimum regulasi kompetisi soal besar skuad. Pada Juni 2022 setelah perjuangan panjang, federasi Rusia memutuskan Anzhi tidak lagi layak berdiri sebagai klub profesional dan harus dibubarkan dengan pencabutan lisensi.