Profil Pierluigi Collina, Wasit Legendaris Serie A yang Paling Ditakuti Pemain
INDOSPORT.COM - Demi meningkatkan kualitas pengadil lapangan Liga 1, PSSI berencana untuk bekerja sama dengan wasit legendaris Liga Italia (Serie A) yakni Pierluigi Collina.
Ide mendatangkan Collina datang dari ketua umum PSSI sendiri, Erick Thohir, yang merasa masukan dari pria yang pernah didapuk sebagai wasit terbaik dunia tersebut bisa membantu menaikkan korps baju hitam Liga 1.
Saat ini mungkin banyak yang tidak mengenak sosok Pierluigi Collina mengingat pria berpaspor Italia itu sudah pensiun dari profesi wasit sejak 2005.
Akan tetapi di masa jayanya, sosok yang mudah dikenali karena kepala plontos dan mata besarnya ini adalah 'raja' di lapangan yang begitu disegani oleh para pemain.
Lahir di Bologna, Italia, pada 13 Februari 1960, Collina punya cita-cita menjadi pemain sepakbola dan sempat berkarier sebagai pemain untuk sebuah kesebelasan lokal sebagai seorang bek tengah.
Hanya saja kemudian ia justru tergoda untuk menjadi wasit usai pada awalnya hanya disarankan untuk mengambil kursus wasit saat berusia 17 tahun.
Kiprahnya sebagai pemimpin pertandingan sepakbola dimulai pada 1988 kala Collina ditugaskan di Serie C2 dan Serie C1, kasta ketiga dari piramida Liga Italia atau dua level di bawah Serie A.
Performa yang apik membuat kariernya dengan cepat melesat. Hanya dalam tempo tiga tahun sejak memulai pekerjaannya, Collina langsung promosi untuk bertugas di Serie B dan Serie A.
Pada 1995, FIFA memberikan kehormatan baginya untuk terjun dan menjadi wasit pertandingan internasional. Setahun setelahnya nama Pierluigi Collina dicatat sebagai wasit dari final Olimpiade 1996 antara Nigeria vs Argentina.
Setelahnya semakin banyak pertandingan besar nan ikonik yang diserahkan untuk pria yang juga memiliki gelar sarjana ekonomi ini.
1. Sosok Inspirasional
Contohnya saja final Piala Dunia 2002 Brasil vs Jerman, laga puncak Piala UEFA 2004 Valencia vs Marseille, dan masih banyak lagi.
Akan tetapi pertandingan favoritnya adalah final Liga Champions 1999 antara Bayern Munchen vs Manchester United yang Pierluigi Collina anggap sebagai pertandingan dengan atmosfer pasca peluit panjang paling luar biasa dalam kariernya.
Collina berada di puncak kariernya pada 1998-2003 dimana oleh Federasi Sejarah dan Statistik Sepakbola Internasional (IFFHS) dinobatkan sebagai wasit terbaik dunia selama enam tahun beruntun.
Ia pun jadi salah satu inspirasi terbesar di dunia sepakbola bagi siapapun untuk bisa berprestasi meski halangan seberat apapun.
Mungkin tidak banyak yang tahu, namun Collina mendapatkan ciri khas kepala plontos licinnya bukan karena kebotakan normal ataupun karena dicukurnya sendiri, melainkan sebuah penyakit.
Penyakit tersebut adalah Alopecia Universalis, sebuah gangguan anti-imun yang tidak mematikan namun menyebabkan kerontokan pada bulu dan rambut di sekujur tubuh manusia.
Collina mulai menderita Alopecia Universalis di usia 26 tahun dan biasanya hal ini akan menimbulkan krisis kepercayaan diri luar biasa namun ia justru bisa menjadi besar karenanya.
Sepanjang kariernya sebagai wasit, Collina memimpin 467 pertandingan yang ia hiasi dengan 1.470 kartu kuning dan 131 kartu merah.
Usai gantung peluit, Collina kemudian banyak terjun ke balik layar untuk membantu meningkatkan kualitas perwasitan seperti menjadi kepala wasit Ukraina, pengamat Serie A, dan juga penguji Video Assistan Referee (VAR) untuk Piala Dunia 2018.
Dengan CV sedemikian gemerlap di dunia referee, sudah sepantasnya jika PSSI berguru pada Pierluigi Collina untuk meningkatkan kualitas Liga 1.