Untung dan Rugi Keputusan 9 Pemain Timnas Indonesia yang Hiatus demi Jadi Polisi
INDOSPORT.COM – Menakar untung rugi keputusan para bintang Timnas Indonesia yang memilih rehat sejenak dari sepak bola dan jalani latihan polisi. Tepat atau malah merugikan?
Jelang tampil di sejumlah event bergengsi sepanjang tahun 2023 ini, kejutan datang dari Timnas Indonesia yang harus kehilangan 9 bintang terbaiknya.
Pasalnya, 9 pemain yang merupakan bagian dari skuat Timnas U-20 dan U-22 tersebut memutuskan untuk bergabung menjadi polisi dan menjalani pelatihan selama lima bulan ke depan.
Delapan pemain timnas U-20 Indonesia yang ingin menjadi polisi diantaranya adalah Muhammad Ferarri (Persija Jakarta), Kakang Rudianto (Persib Bandung), Frengky Missa (Persikabo 1973), Ginanjar Wahyu (Arema FC), Dimas Julio Pamungkas (Bhayangkara FC), Muhammad Faiz Maulana (Bhayangkara FC), Daffa Fasya Sumawijaya (Borneo FC), dan Rabbani Tasnim Siddiq (RANS Nusantara FC).
Sementara ada satu pemain timnas U-22 Indonesia yang masuk menjadi polisi yakni Ananda Raehan dari PSM Makassar.
Dengan kehilangan para pemain diatas, tentu bakal mempengaruhi kekuatan Timnas Indonesia yang akan turun pada ajang Piala AFF U-23, Piala Asia U-23, dan Asian Games 2023.
Pasalnya, tim pelatih harus mencari pemain pengganti yang diharapkan langsung bisa beradaptasi serta memperoleh chemistry dengan penggawa timnas lainnya.
Memutuskan menjadi polisi saat karier sepak bola mereka sedang menanjak, sejatinya bukan pilihan yang buruk-buruk amat buat para pemain diatas.
Dengan bergabung dalam sebuah instansi negara, tentu bakal membuat para pemain punya jaminan masa depan yang lebih baik pasca pensiun.
Meski begitu, memutuskan menjadi polisi di masa aktif sebagai atlet juga bakal membawa tanggung jawab lebih buat para pesepakbola.
Berikut INDOSPORT coba mengulas, untung rugi para bintang Timnas Indonesia yang putuskan bergabung di kepolisian.
1. Jaminan Masa Depan
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dengan bergabung bersama abdi negara seperti kepolisian, bisa memberikan jaminan masa tua yang lebih baik buat para atlet.
Di Indonesia, mayoritas para pesepakbola yang telah gantung sepatu dari lapangan hijau masih kerap kesulitan mendapat pekerjaan lanjutan.
Andai ada yang sukses menjadi pelatih pun mereka harus bersaing dengan sejumlah pelatih asing serta pelatih-pelatih lokal lain untuk mendapatkan jabatan di sebuah klub.
Tak heran jika masa depan pesepakbola di Indonesia pasca pensiun tidak terlalu menjanjikan, bahkan banyak yang berakhir tragis lantaran sulit mendapat pemasukan setelah tak lagi merumput.
Namun jika bergabung dengan instansi negara termasuk polisi, maka para pemain tersebut masih bisa mendapat pesangon setelah pensiun.
Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2019, diketahui bahwa anggota kepolisian Indonesia mendapat uang pensiunan usai pensiun.
Merujuk pada PP Nomor 20 Tahun 2019, para pensiunan polisi mendapat gaji pensiunan yang beragam berdasarkan golongan mereka.
Rinciannya adalah, Golongan I atau Tamtama sebesar Rp 1.643.500 sampai Rp 2.220.600. Golongan II atau Bintara sebesar Rp 1.643.500 - Rp 3.024.500. Hingga yang tertinggi yakni Golongan V atau Pati sebesar 1.643.500 - Rp 4.448.100.
Meski tak sebesar saat jadi pesepakbola, namun tetap mendapat pemasukan usai pensiun jauh lebih baik ketimbang tidak memiliki pemasukan sama sekali.
Andai resmi bergabung sebagai anggota kepolisian pun para pemain di atas masih tetap bisa tampil sebagai pesepakbola profesional.
Terbukti, sejauh ini ada beberapa anggota polisi yang juga aktif sebagai pesepakbola seperti Sani Rizki Fauzi, Putu Gede Juni Antara, Awan Setho Raharjo hingga Hargianto.
Bahkan di Indonesia sudah ada klub yang berafiliasikan dengan Polri yakni Bhayangkara FC, sehingga para bintang timnas U-20 dan U-20 yang memutuskan jadi polisi diatas berpotensi masih bisa terus merumput.
2. Klub Bisa Rugi
Secara kesejahteraan pemain mungkin keputusan untuk bergabung dengan kepolisian merupakan pilihan tepat, namun hal tersebut juga bisa memberikan dampak negatif terutama buat klub.
Dengan menjadi polisi maka para pemain timnas U-20 dan U-22 harus absen lama dari klub untuk menjalani pendidikan.
Durasi lama yang dibutuhkan untuk menempuh proses pendidikan tersebut sedikit banyak bakal mempengaruhi sentuhan para pemain.
Bayangkan saja, selama hampir setengah musim para pemain tak merasakan ketatnya persaingan di kompetisi resmi. Hal tersebut bisa mengikis skill alami mereka seperti passing, controlling serta positioning.
Dari segi stamina, para pemain yang mengikuti pelatihan kepolisian mungkin masih bisa terjaga karena mereka bakal tetap menjalani latihan fisik. Namun untuk kemampuan olah bola, besar kemungkinan akan berkurang.
Selain itu, klub yang ditinggal para pemain untuk mengikuti pelatihan polisi juga berpotensi kehilangan kekuatan dan harus mencari pemain pengganti selama hampir setengah musim.
Setelah selesai masa pelatihan pun para pemain harus kembali beradaptasi dengan skuat, serta menemukan sentuhan terbaik mereka agar bisa mendapat tempat utama.
Andai gagal mencapai peak performance, bukan tak mungkin para bintang timnas yang telah mengikuti pelatihan kepolisian tersebut bakal didepak dari klubnya.