Satu lagi mimpi besar dari atlet difabel Indonesia, Adyos Astan yang patut jadi inspirasi. Adyos yang merupakan atlet tenis meja itu bermimpi bisa tampil mewakili Merah Putih di ajang Paralimpiade Tokyo 2020 mendatang di saat usianya menginjak 52 tahun.
Meski sanksi doping dalam Pekan Paralimpiade Nasional (Peparnas) 2016 kemarin sempat menghantuinya. Namun, hal itu tidak menghalangi ambisi Adyos Astan untuk bermimpi mengikuti Paralimpiade 2020.
“Tentu Paralimpiade dan Olimpiade menjadi cita-cita utama para atlet. Saat ini, peringkat saya masih belum cukup untuk lolos kualifikasi Paralimpiade 2020,” kata pria asal Ambon itu di sela-sela latihan ASEAN Paragames di kawasan Stadion Manahan, Solo, Jumat (28/04/17).
Adyos mengatakan pernah mencapai peringkat 12 dunia ketika periode kualifikasi Paralimpiade London 2002. “Peringkat maksimal untuk lolos kualifikasi saat itu adalah peringkat 18. Saya tidak perhatikan karena masih sibuk dengan usaha saya,” kata atlet berusia 49 tahun itu.
Atlet sekaligus Ketua Komite Paralimpiade Nasional (NPC) Maluku itu tersandung kasus doping dalam Perparnas VX di Jawa Barat setelah mengonsumsi obat flu mesol menjelang pertandingan.
Urin Adyos mengandung zat methyprednisalone dan glucocorticosteroid dalam uji doping yang dilakukan laboratorium di India. Adyos pun mendapatkan sanksi skorsing tampil dalam kegiatan olahraga selama enam bulan.
Bapak tiga anak itu pun menerima sanksi dari Dewan Disiplin Antidoping menyusul persiapan mengikuti ASEAN Paragames 2017 pada September nanti.
“Saya akan turun pada dua nomor dalam ASEAN Paragames nanti yaitu nomor individu dan nomor beregu. Kalau saya tidak terkena sanksi doping, saya bisa mengikuti kejuaraan uji coba. Tapi, saya mengganti itu dengan berlatih di Solo,” kata Adyos.
Atlet difabel berkursi roda itu masih berharap dapat menginspirasi para penyandang disabilitas untuk memiliki prestasi dalam bidang apapun.
“Aktivitas utama saya masih terkait olahraga dan wirausaha selain tetap memperhatikan keluarga. Mungkin saya bisa fokus untuk menginspirasi orang-orang seperti saya, setelah pensiun sebagai atlet,” kata atlet yang mulai fokus dalam olahraga paragames sejak 1993 itu.
Adyos mengaku peringkat dunianya masih bertengger pada posisi 20. “Peringkat itu tentu akan terus turun ketika saya tidak mengikuti kejuaraan apapun karena poin saya terus tersusul dengan atlet lain,” katanya.
Terkait aturan doping terhadap atlet-atlet paragames, Adyos berharap Kementerian Pemuda dan Olahraga melalui Lembaga Anti-Doping Indonesia (LADI) lebih intensif menggelar sosialisasi aturan doping kepada atlet-atlet difabel.