Duduk diantara para petinju yang keras dan kasar tak membuat Arini risih. Penuh percaya diri, mata gadis berjilbab ini tetap fokus menyaksikan langsung pukulan demi pukulan petinju yang bertarung di atas ring dalam laga tinju amatir yang aktif diselenggarakan oleh salah satu televisi nasional.
Sejarah antara wanita dan tinju memang memang sudah lama terjalin. Tinju wanita juga menjadi salah satu nomor yang dilombakan di Asian Games atau bahkan Olimpiade.
Arini tak memilih mengenakan sabuk tinju. Ia lebih tertarik menjadi promotor olahraga yang akrab dengan pukulan, darah, cedera kepala ataupun otot muka dan pelipis mata robek.
Kami berkesempatan bertatap wajah langsung dengan Arini yang dengan lugas menceritakan tentang kegiatannya di dunia tinju Tanah Air.
INDOSPORT: Hal apa yang membuat Anda akhirnya terjun ke dunia tinju?
Arini: Sebenarnya saya terjun ke dunia tinju ini tidak disengaja dan direncanakan. Apalagi untuk menjadi seoerang promotor tinju. Semua berawal dari orang tua saya yang punya teman dekat seorang mantan petinju nasional tahun 80-an yakni Stefan Togelang.
Awalnya saya lihat-lihat kegiatan mereka berlatih tinju untuk kegiatan Porda (Pekan Olahraga Daerah), kemudian saya berbincang dengan para pelatih tinju di sana dan akhirnya tertarik akan olahraga tinju. Lalu saya ditawari menjadi seorang promotor atau menjadi manajer di sasana tinju.